NAIROBI – Negara-negara maju, yang menjadi kontributor utama emisi gas yang menyebabkan pemanasan planet seperti metana dan karbon dioksida, harus menghormati komitmen finansial mereka untuk membantu Afrika beradaptasi dengan krisis iklim yang berkembang, kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres di Kenya pada Rabu (3/5).
ANTONIO GUTERRES, Sekretaris Jenderal PBB:
“Negara-negara maju kurang berupaya, perekonomian emergingkurang berupaya, dan kami telah mengusulkan Pakta Solidaritas Iklim dengan keduanya akan mengadopsi target yang lebih ambisius dan pada saat yang sama negara-negara maju akan dapat memberikan bentuk dukungan finansial dan teknis bagi perekonomian emergingagar dapat mempercepat transisi mereka ke energi terbarukan dan bentuk ekonomi hijau lainnya.”
Guterres, yang sedang melakukan kunjungan resmi ke Kenya, dalam sebuah konferensi pers di Nairobi, ibu kota Kenya, mengatakan bahwa negara-negara maju kelompok utara (industrial north) memiliki kewajiban moral untuk membantu negara-negara Afrika menjadi tangguh terhadap iklim.
“Negara-negara maju harus memberikan 100 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp14.693) per tahun yang dijanjikan kepada negara-negara berkembang serta dana kerugian dan kerusakan yang disepakati di Sharm el-Sheikh (kota resor Laut Merah di Mesir),” tuturnya. Guterres pun menambahkan bahwa memberikan keadilan iklim di Afrika sangat penting bagi perdamaian, pertumbuhan, dan stabilitas global.
Seraya menegaskan kembali bahwa transisi menuju masa depan yang hijau dan tangguh merupakan hal yang mendesak di Afrika, Guterres meminta negara-negara maju dan industri untuk mendukung upaya Afrika melakukan dekarbonisasi pada sektor-sektor ekonomi utama seperti, sektor energi.
Sekjen PBB itu juga memuji komitmen Presiden Kenya William Ruto terkait upaya transisi 100 persen ke energi bersih pada 2030, serta menambahkan bahwa Program Stimulus Hijau Uni Afrika yang ambisius akan menghidupkan kembali respons iklim di Afrika.
Guterres mengungkapkan bahwa Kemitraan Transisi Energi Adil Afrika Selatan, serta rencana transisi energi Mesir dan Nigeria merupakan langkah berani menuju transisi rendah karbon di Afrika.
Sang sekjen PBB menuturkan bahwa dirinya mengusulkan Pakta Solidaritas Iklim dengan negara-negara maju memberikan dukungan finansial dan teknis untuk membantu perekonomian-perekonomian emergingdi Afrika dan sekitarnya mempercepat transisi mereka ke energi hijau.
Menurut Guterres, meskipun kontribusinya minimal terhadap emisi gas rumah kaca, Afrika terus menanggung beban bencana iklim, seperti banjir dan kekeringan.
Guterres menambahkan bahwa krisis kekeringan akibat iklim yang melanda kawasan Tanduk Afrika merupakan peringatan bagi pemerintah, pendonor, dan sektor swasta untuk mendukung program-program ketahanan berbasis masyarakat.
Guterres mengatakan 50 persen pembiayaan iklim di Afrika harus disalurkan ke proyek-proyek adaptasi guna memungkinkan masyarakat bertahan menghadapi guncangan terkait iklim, seperti kelaparan dan kelangkaan air.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Nairobi. (XHTV)