ALEPPO – Amerika Serikat (AS) telah menjatuhkan sanksi-sanksi sistematis terhadap Iran, Suriah, dan sejumlah negara lainnya dan secara bersamaan juga menyasar pihak-pihak ketiga, yang tidak hanya mengancam perekonomian dan penghidupan negara-negara tersebut, tetapi juga sangat mengganggu sistem perekonomian global.
Setelah dilanda perang dan dijatuhi sanksi, Suriah kembali “babak belur” akibat gempa dahsyat pada Senin (6/2) pekan lalu yang menyebabkan banyak penduduk setempat kehilangan hampir seluruh harta benda mereka.
KAMAL JAFA, Pakar politik Suriah:
“Seandainya tidak ada sanksi AS, kami mungkin bisa mengatasi guncangan dan gempa ini, dan kami juga dapat memperoleh cukup uang maupun dana yang dapat memungkinkan negara ini mengamankan apa yang dibutuhkan untuk merehabilitasi Kota Aleppo setelah 10 tahun mengalami kehancuran dan kematian serta perang beruntun.”
AHMED MAHER ABO-GABAL, Peneliti hubungan internasional dan politik asal Mesir:
“AS memberlakukan apa yang disebut sebagai ‘Undang-Undang Caesar’ (Caesar Act) terhadap pemerintahan Suriah, menuduhnya membunuh rakyatnya, sementara (AS) sendiri saat ini sedang melakukan pembunuhan massal terhadap warga Suriah dengan sanksi-sanksi tersebut. ‘Undang-Undang Caesar’ membunuh warga Suriah di tengah kehancuran tanpa ampun.”
Pada Kamis (9/2), Departemen Keuangan AS merilis apa yang disebut sebagai pembebasan sanksi selama enam bulan untuk bantuan kemanusiaan ke Suriah, seraya mengatakan bahwa sanksi-sanksi AS terhadap Suriah “tidak akan menghalangi” upaya penyelamatan nyawa para korban.
Namun, keputusan itu dianggap terlambat oleh banyak pihak. Para pakar Suriah mengatakan bahwa keputusan AS untuk mencabut sanksi terhadap Suriah bertentangan dengan apa yang diklaimnya, yaitu bahwa rangkaian sanksi tersebut tidak menyasar bantuan kemanusiaan ke negara yang baru-baru ini diguncang gempa itu.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Aleppo, Suriah. (XHTV)