Oleh : J Kristiadi
KEMARIN (Selasa, 2/12) Komisi Pemilihan Umum (KPU) merencanakan akan mengumumkan partai-partai politik yang lolos verifikasi faktual. Meskipun pengumuman itu belum final, jumlah partai politik yang akan mengikuti Pemilu 2004 dapat dipastikan akan lebih sedikit dibandingkan dengan Pemilu 1999.
Di antara partai-partai yang lolos verifikasi selain partai- partai lama, akan muncul partai-partai baru sebagai peserta Pemilu 2004. Sebenarnya istilah lama dan baru tidak relevan bila dikaitkan dengan karakter partai itu sendiri. Seharusnya perbedaan lama dan baru bukan sekadar perbedaan nama dan proses pemunculannya, melainkan harus berdasarkan paradigma berpikir, bersikap, dan berperilaku. Yaitu perbedaan antara partai yang berorientasi kepada kepentingan umum dan partai yang sekadar ingin memperoleh kekuasaan, dan melalui kekuasaan berusaha mendapatkan kekayaan sebanyak-banyaknya guna membeli kekuasaan agar bisa berkuasa lagi.
PENGUMUMAN itu tentu menggembirakan bagi mereka yang partainya lolos verifikasi. Ironinya, justru kegembiraan mereka tidak sejalan dengan persepsi masyarakat tentang kredibilitas partai politik yang kian lama kian merosot. Hal itu terutama disebabkan kinerja partai politik selama lebih kurang lima tahun terakhir ini tidak nyangkut dengan kepentingan dan keprihatinan masyarakat.
Sebaliknya para pengurus partai yang tidak lolos verifikasi, tentu kecewa, terlebih bila motivasi mendirikan partai sekadar bertarung berebut kekuasaan. Ketidaklolosan berarti membuyarkan mimpi- mimpi indah yang terinspirasi dari sementara politisi yang dapat hidup mewah karena memperoleh kedudukan politik.
Perubahan gaya hidup sementara politisi telah begitu mengejutkan sehingga lima tahun tidak cukup waktu untuk menyadarkan mereka bahwa kenikmatan kekuasaan yang diperoleh bersumber dari rakyat. Kekecewaan mereka inilah yang dikhawatirkan akan menjelma menjadi protes yang berpotensi menjadi kerusuhan. Meski hal itu tidak terlalu dikhawatirkan karena partai yang tidak lolos verifikasi berarti belum mempunyai dukungan luas, nasib mereka yang akan membuat kerusuhan akan segera berakhir saat ketegasan aparat menindak mereka yang melanggar hukum.
Meski demikian, hal itu tidak berlaku bagi pengurus partai yang didasari pandangan hidup bahwa berpartai adalah panggilan hidup untuk ikut memperjuangkan kepentingan umum. Para pendiri partai jenis ini tidak ada istilah kalah, yang ada adalah belum menang. Lebih-lebih jika didasari, perjuangan politik tidak hanya dapat dilakukan melalui partai politik. Masih banyak cara-cara berpartisipasi politik dalam bentuk lain.
SALAH satu pertanyaan masyarakat yang amat penting dewasa ini adalah, apakah kehadiran partai-partai yang lolos verifikasi akan member harapan perbaikan hidup masyarakat pasca-Pemilu 2004? Jawaban atas pertanyaan itu tampaknya tidak terlalu menjanjikan. Pengalaman selama lebih kurang lima tahun terakhir menunjukkan perilaku elite politik yang lupa asal-usulnya. Tingkah laku mereka jauh dari rasa solider terhadap penderitaan rakyat. Orientasi politiknya hanya bagaimana memperoleh kekuasaan. Akibatnya, persaingan politik hanya memperebutkan kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri. Domain politik yang seharusnya menjadi wilayah kader partai merebut hati rakyat dengan menawarkan gagasan-gagasan realistis untuk menyelesaikan krisis berubah menjadi ajang retorika politik kosong.
Sehubungan dengan itu kiranya perlu ditegaskan, partai politik adalah organisasi yang dibentuk sebagai instrumen untuk berkompetisi memperebutkan kekuasaan politik. Kekuasaan yang diperebutkan bukan untuk kepentingan para pengurus partai, melainkan sebagai sarana menyusun kebijakan (alternatif) guna mewujudkan kesejahteraan umum.
Mengingat alasan keberadaan partai adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengelola kekuasaan maka partai politik mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut: pendidikan politik atau sosialisasi politik; rekrutmen politik; partisipasi politik. Fungsi lain adalah menyerap, memadukan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang berbeda- beda bahkan saling bertentangan. Fungsi berikutnya adalah pengendalian konflik serta melakukan kontrol politik. Fungsi-fungsi itu amat penting dan sentral dalam menopang kehidupan demokrasi karena hal- hal itu berkait pula dengan nilai, etika, dan norma yang harus ditanamkan kepada konstituennya agar dalam proses perebutan kekuasaan dapat dilakukan secara beradab. Oleh karena itu, partai politik sebagai tonggak demokrasi harus menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam dirinya. Artinya, kedaulatan partai politik harus berada di tangan konstituennya, bukan pada para pengurusnya.
UNTUK mewujudkan sistem kepartaian semacam itu, perlu dilakukan pengaderan yang tidak terlalu menekankan kepada sifat-sifat militeristis dengan memproduksi satgas atau milisi. Partai harus mendidik kader yang mempunyai karakter dan mentalitas sebagai berikut, menjadi kader partai adalah panggilan hidup, karena cita- cita, atau karena keyakinan memperjuangkan ide-ide politiknya.
Oleh karena itu, kader partai harus mempunyai keterampilan mulai dari kemampuan menerjemahkan ideologi partai hingga keterampilan melakukan lobi, diskusi, meyakinkan lawan politiknya, berdebat, memimpin rapat. Bahkan mereka harus mempunyai keterampilan yang amat teknis, seperti mengoperasikan komputer. Dalam sistem pengaderan, amat diperlukan semangat kebersamaan.
Artinya, sebagai kader partai mereka mempunyai kesempatan sama untuk menjadi tokoh atau elite partai. Tanpa proses kaderisasi, partai politik hanya akan menjadi alat memperebutkan kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri. Kepedulian yang amat rendah terhadap proses pengaderan partai tidak akan hanya berdampak negatif terhadap kelangsungan hidup partai politik itu sendiri, tetapi pertaruhannya adalah masa depan bangsa secara keseluruhan. Bila partai tidak melakukan pengkaderan yang benar, mereka akan menuai kader partai yang kering cita-cita dan tidak mempunyai komitmen terhadap kepentingan rakyat banyak. Mereka hanya pandai beretorika, tetapi tidak mempunyai kemampuan secuil pun untuk mewujudkannya. Karena itu, mutu kader partai pertama-tama dan terutama harus diukur dari komitmennya dan konsistensinya dalam memperjuangkan keprihatinan masyarakat.
Komitmen dan kepekaan kader partai terhadap kepentingan masyarakat merupakan syarat mutlak, mengingat sumber kekuasaannya berasal dari kepercayaan pendukungnya, karena itu bersedia menyerahkan sebagian kedaulatannya kepada kader-kader partai melalui pemilihan umum. Dikatakan sebagian kedaulatan karena masyarakat dengan ikut pemilu bukan berarti menggadaikan seluruh kedaulatannya. Sebagian kedaulatan rakyat masih dapat digunakan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik lainnya, seperti mengisi perdebatan dalam ruang publik, melakukan demonstrasi, menyampaikan pendapat, dan lainnya, termasuk melakukan kontrol parlemen dan pejabat publik lainnya.
Dengan demikian, salah satu agenda penting bagi partai politik yang lolos verifikasi adalah melakukan pembenahan internal partai, terutama melakukan pengaderan secara benar. Tanpa proses kaderisasi yang serius dalam membentuk kelompok inti partai yang bersedia berjuang guna kepentingan umum, partai politik di Indonesia akan kehilangan maknanya yang paling hakiki. Akibatnya, kegagalan itu tidak hanya akan membuat partai politik kian dibenci rakyat, tetapi yang lebih menyedihkan adalah transisi politik ini akan gagal.[]
Pernah dipublikasikan di KOMPAS, 03 Desember 2003.