JAKARTA, WB – Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memaparkan titik api dari pantauan satelit modis NASA pada Selasa (1/9) pagi di Sumatera ada 198 hotspot yaitu di Jambi 59, Lampung 3, Sumatera Barat 7, Sumatera Selatan 46, Riau 82, dan Sumatera Utara 1. Sedangkan di Kalimantan ada 591 hotspot yaitu Kalimantan Barat 74, Kalimantan Selatan 30, Kalimantan Tengah 313, Kalimantan Timur 138, dan Kalimantan Utara 36.
“Titik api atau hotpot di Sumatera dan Kalimantan tidak ada matinya. Asap masih mengepung banyak daerah. Jarak pandang di Pekanbaru kemarin hanya 1 km, Rengat 1 km, Pelalawan 2 km, Jambi 400 meter, dan Pontianak 200 meter. Di Jambi, pesawat terbang Garuda Indonesia pukul 05.45 delay sampai jam 10.00 WIB, kemudian terbang di atas Jambi tetapi tidak dapat mendarat, dan akhirnya balik ke Jakarta. Kualitas udara ketegori tidak sehat. ISPU di Palangkaraya sejak pagi mencapai 628 yang artinya sangat berbahaya, sangat jauh di atas ambang berbahaya 350,” ujar Sutopo dalam keterangannya yang diterima redaksi Wartabuana.com, Jakarta, Rabu (2/9/2015).
Lebih jauh Sutopo menambahkan kebakaran hutan dan lahan selalu berulang setiap tahun. Bahkan, Sudah menjadi tradisi tahunan saat musim kemarau. Jutaan jiwa masyarakat terkena dampak dan kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai trilyunan rupiah. Dan berbagai upaya telah dilakukan untuk memadamkan api, baik di darat maupun di udara.
“Saat ini, tindakan hanya berfokus pada memadamkan kebakaran. Pemerintah dan daerah perlu mengadopsi lebih banyak stategi preventif yang mengatasi akar masalah kebakaran hutan dan lahan. Lemahnya penegakan hukum menyebabkan kebakaran selalu berulang,” kata dia.
“Berdasarkan penelitian CIFOR, pembukaan lahan dengan membakar telah lama digunakan oleh peladang dalam rangka penyiapan lahan. Hal tersebut dilakukan karena mereka mengharapkan lahannya bersih, mudah dikerjakan, bebas hama dan penyakit serta mendapatkan abu hasil pembakaran yang kaya mineral. Motif demikian pulalah yang dilakukan oleh korporasi saat ini, baik oleh perkebunan kelapa sawit maupun oleh pengusaha hutan tanaman industri maupun non hutan seperti sagu,” kata dia menambahkan. []