JAKARTA, WB – Pemikir politik dan kenegaraan Puspol Indonesia, Ubedilah Badrun menjelaskan sikap penenggelaman kapal di Perairan Anambas, Natuna, Kepulauan Riau tidak lebih merupakan sikap dramaturgi serta pencitraan politik belaka.
Analis politik yang akrab disapa Ubed ini memaparkan, rezim Joko Widodo-Jusuf Kalla sesungguhnya sudah lama absen di perairan Natuna. Hal itupun menyebabkan pemerintah menyebabkan hilangnya 2 juta ton ikan perbulan oleh pihak asing.
“Trisakti cuma dijadikan slogan. Penenggelaman kapal di perairan Anambas hanyalah dramaturgi politik Jakarta,” ujar Ubed lewat pesan singkatnya, Senin (8/12/2014).
Analis yang juga mantan aktivis pergerakan 98 yang tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) menambahkan, secara nyata kehidupan nelayan tradisional Natuna sangat miskin dan mengenaskan. Sejauh ini mereka tidak pernah mendapatkan bantuan motor Pompong 3 GT yang sangat dibutuhkan nelayan, apalagi seperti peralatan fishfinder, satelit navigasi, radio pantai, dan lain-lain.
Sementara itu untuk menghadapi persaingan, mereka menghadapi kapal kapal besar Thailand, Vietnam, China dan sebagainya yang menggunakan pukat tarik gandeng (petrol) yang menghabiskan terumbu karang, bubu nelayan, tali rawai nelayan dan segala jenis biota laut.
“Ribuan nelayan Natuna terus mengalami penderitaan yang tak kunjung usai. Padahal merekalah pagar nusantara Republik ini,” kata Ubed.
Dari analisisnya, ada ratusan kapal asing yang daya tampungnya 50 ton ikan perkapal mencuri ikan di perairan natuna. Bukan hanya itu, Nelayan tradisional sering melihat kapal kapal asing mencuri ikan di perairan natuna, mereka tak berdaya karena peralatan yang terbatas dan informasi yang mereka laporkan juga tidak sepenuhnya direspon oleh pihak keamanan laut Republik ini.
“Fakta fakta diatas dapat membenarkan analisis bahwa pemerintah tidak serius mengawasi perairan natuna yang berbatasan langsung dengan 7 negara,” tegas Ubed.[]