JAKARTA, WB – Agar dapat menjaring calon Hakim Ad Hoc Tipikor yang lebih berkualitas Mahkamah Agung (MA) diminta membenahi sistem seleksi calon hakim tersebut. Selain itu melibatkan KPK dan PPATK untuk melakukan penelusuran rekam jejak calon.
“Panitia Seleksi Calon Hakim Ad hoc Tipikor dan MA untuk mengedepankan aspek Kualitas Calon Hakim Ad Hoc Tipikor, dan bukan mengakomodasi keterdesakan MA untuk menjawab kebutuhan kuantitas,” demikian disampaikan ICW dalam keterangannya yang diterima Wartabuana.com, Jakarta, belum lama ini.
Koalisi juga ikut memantau proses seleksi terakhir yaitu seleksi wawancara terhadap 58 calon. Seleksi dilakukan dalam lima ruangan terpisah. Masing-masing ruang diisi oleh dua orang pansel sebagai penanya. Setiap ruang diisi oleh 11-12 orang calon hakim ad hoc tipikor. Dari hasil pemantauan ada dua catatan penting diantaranya:
Pertama, Pansel sangat terfokus pada kompetensi dasar soal pengetahuan dan pemahaman penanganan kasus korupsi secara teori dan praktik. Sejumlah pertanyaan seputar UU 31/1999 jo UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU 46/2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, asas hukum pidana, Hukum acara pidana, Justice collaborator, menjadi pertanyaan yang selalu ditanyakan oleh pansel kepada tiap calon.
Kedua, pertanyaan yang sangat dasar untuk diketahui seorang hakim yang mengadili perkara korupsi tersebut tak dapat dijawab secara baik oleh seluruh calon hakim. Ke-58 calon tak memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup baik di isu tindak pidana korupsi. Banyak dari mereka yang kesulitan menjelaskan perbedaan tindak pidana korupsi yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor.
Ketiga, Pansel Kurang menggali seputar Integritas dan Independensi calon. Hanya ada beberapa calon yang ditanyakan seputar persoalan integritas dan independensi namun tak mencoba untuk menggali lebih jauh persoalan tersebut. Pertanyaan hanya berupa klarifikasi dari temuan tim penelusuran rekam jejak calon. Padahal cukup banyak calon yang independensinya diragukan karena diduga berafiliasi dengan partai politik tertentu. Selain itu ada pula yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik profesi yang digelutinya.
Meski begitu kami mengapresiasi kerja Panitia Seleksi Calon Hakim Adhoc Tipikor yang sudah sangat terbuka dan mau mendengarkan dan menerima serta melibatkan temuan dan usulan dari Koalisi yang juga diakomodasi dalam proses seleksi utamanya pada saat Seleksi Wawancara kemarin.
Terlepas dari kebutuhan yang mendesak akan hakim hoc tipikor, Panitia Seleksi seharusnya mempertimbangakan aspek kualitas secara matang. Keberadaan hakim ad hoc yang merupakan hakim yang khusus mengadili perkara korupsi merupakan posisi strategis dan sangat penting. Keberadaannya diharapkan dapat menghadirkan kualitas putusan dalam sidang perkara korupsi yang sejauh ini masih belum optimal.
Karenya keberadaan Hakim ad hoc tipikor juga mesti dibarengi dengan standar kemampuan super tinggi. Dan bukan orang-orang yang tidak memiliki kemampuan mencukupi dengan harapan setelah pendidikan calon hakim mereka memiliki pemahaman yang baik. []