WARTABUANA – Seperti diberitakan secara luas sebuah pesawat Airbus A-321-200 milik maskapai Kogalymavia, Rusia jatuh dan menewaskan 224 penumpang dan crew, pada Sabtu (31/10) sesaat setelah terbang dari resort Sharm el-Sheikh di Mesir menuju St Petersburg, Rusia.
Kemudian muncul silang pendapat penyebab kecelakaan. Badan intelijen Inggris dan AS menyimpulkan pesawat jatuh karena adanya ledakan bom di dalam pesawat. Pemerintah Mesir menolak dan bahkan menyebut penyebabnya masalah tehnis.
Sementara Pemerintah Rusia pada awalnya membantah bahwa pesawat di bom dan kemudian yang menarik kelompok Kelompok militan, yang terhubung dengan kelompok Negara Islam atau ISIS, sebelumnya telah mengklaim sebagai pihak yang meledakkan pesawat penumpang Rusia itu. Nah, dalam perkembangannya, pihak Airbus, sebagai pembuat pesawat mengumumkan bahwa penyebab jatuhnya pesawat tersebut bukan karena kerusakan tehnis.
Wakil Presiden Hubungan Pers Airbus Stefan Schaffrath yang dikutip oleh RIA Novosti pada pameran Dubai Airshow 2015, Selasa (10/11) seperi dikutip media lainnya menyatakan, “Belakangan kami mengetahui bahwa pesawat secara teknis dalam kondisi prima dan bencana ini terjadi bukan karena kerusakan pada mesin pesawat, tapi, tentu saja kita harus menunggu hasil akhir dari penyelidikan,” katanya.
Menurut Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvede, versi teroris kini dipandang sebagai penyebab jatuhnya pesawat Airbus tersebut. Dikatakannya, “Kemungkinan adanya aksi teroris tentu saja bisa sebagai penyebab terjadinya kecelakaan ini,” kata Medvedev dalam wawancaranya dengan Rossiyskaya Gazeta.
Ditambahkannya, hingga saat ini penyelidikan mengenai penyebab jatuhnya pesawat masih terus berlanjut. Dikutip dari AFP, disebutkan bahwa peneliti Prancis yang mendalami kecelakaan di udara itu menyatakan, dari black box yang ditemukan, menunjukkan bahwa “semuanya berjalan normal selama penerbangan, bahkan benar-benar normal, dan tiba-tiba semuanya hilang.”
Kesimpulan serupa juga diungkapkan anggota tim penyelidik dalam sebuah wawancara dengan televisi Prancis. Badan intelijen Inggris menyatakan pesawat komersial Rusia, Kogalymavia , Metrojet Airbus A-321yang jatuh pekan lalu, akibat ledakan bom.
Disebutkan bahwa kelompok militan di Sinai pimpinan Abu Usamah al-Masri yang menjadi tertuduh utama. Tokoh pemberontak Mesir itu diketahui bergerak di Afrika Utara, tetapi bermarkas di sekitar Sinai. al-Masri sebelumnya menyerukan menyatakan perlawanan terhadap pemerintah Mesir yang dikuasai junta militer. Namun, setahun belakangan dia menyatakan wilayah Sinai terpisah dari Mesir, karena telah berbaiat pada ISIS.
Islamic State menayangkan video merayakan tragedi jatuhnya pesawat Metrojet Rusia di Sinai, Mesir. Dalam video berdurasi tujuh menit, ISIS mengklaim menjatuhkan pesawat pembawa 224 orang itu namun merahasiakan caranya (Daily mail). Video yang oleh media-media Barat disebut sebagai “perayaan kekejaman di Sharm-el-Sheik” dirilis Sabtu (7/11), hampir bersamaan dengan pengungkapan hasil penyadapan intelijen Amerika Serikat (AS) terhadap komunikasi ISIS soal tragedi pesawat Rusia itu.
Melalui video dengan judul “Kepuasan Jiwa dengan Membunuh Orang-orang Rusia” itu, ISIS menegaskan bahwa kelompok sayapnya di Sinai sebagai pelaku yang berada di balik kecelakaan pesawat itu. Tindakan itu sebagai pembalasan atas serangan udara Rusia di Suriah.
Sabotase Bom di Pesawat Komersial Rusia Akan Berlanjut ?
Penyebab kecelakaan jatuhnya pesawat Airbus Rusia di Sinai nampaknya semakin jelas, dengan latar belakang serangan teror. Memang pengakuan pemboman diakui oleh kelompok militan Mesir di Sinai yang berbaiat kepada pimpinan Islamic State, Abu Bakr al-Baghdadi di Suriah. Motif yang melatar belakangi pemboman (sabotase) itu juga jelas, dinyatakan sebagai pembalasan IS kepada Rusia atas serangan udara di Suriah.
Seperti diketahui, pesawat-pesawat tempur Rusia sejak 30 September 2015 mulai melakukan serangan udara terhadap target-target terpilih baik pemberontak yang anti pemerintah Bashar al-Ashad maupun kepada kekuatan Islamic State (lebih sering disebut ISIS). AS dan Rusia punya tujuan yang sama yaitu untuk mengenyahkan ISIS dari Suriah, namun keduanya mendukung dua kelompok yang berbeda dan bertentangan.
Rusia mendukung pemerintahan Assad, sementara AS mendukung kelompok pemberontak dan menghendaki Assad jatuh. Kedua militer negara itu menyerang IS dengan pesawat tempur, dan Rusia mengerahkan tank tempur, sementara AS hanya mendukung para pemberontak dengan peralatan tempur darat eks pasukannya di Afghanistan.
Yang menarik, AS dan Rusia menandatangani nota kesepahaman operasi udara, untuk meminimalkan risiko kontak senjata antara pesawat-pesawat kedua negara di wilayah udara Suriah. Perang sipil Suriah dimulai sejak 2011 ketika protes damai berlangsung untuk menuntut Assad mengundurkan diri.
Assad merespons keras protes itu, dan konflik Suriah kemudian berkembang menjadi medan tempur bagi berbagai kelompok bersenjata, Free Syrian Army, termasuk kelompok militan ISIS dan Jabhat al-Nusra. PBB memperkirakan konflik lima tahun itu menyebabkan 240 ribu orang telah tewas, sementara jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal mereka dan menjadi pengungsi ke pelbagai negara.
Kepastian tentang kecelakaan Airbus Rusia itu apabila disebabkan karena aksi sabotase bom oleh kelompok militan yang berafiliasi dengan Islamic State merupakan sebuah aksi teror baru, karena ISIS/IS selama ini belum pernah membom pesawat, lebih melakukan tindakan tekanan psikologis di darat berupa eksekusi penggal kepala dan pembunuhan sadis lainnya.
Seruan pembajakan dan pemboman pesawat memang pernah di utarakan oleh pimpinan Al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri dua tahun yang lalu agar jaringannya menyerang AS pada penerbangan sipil. Tetapi strategi dan aksi teror Al-Qaeda dan Islamic State berbeda. Dengan demikian maka aksi teror terhadap Metrojet Airbus A-321 Rusia kini menuai hasil tekanan psikologis yang sangat kuat terhadap Rusia.
Presiden Putin kemudian menghentikan penerbangan maskapai Rusia ke resor terkenal di Mesir itu. Dan bahkan beberapa negara kena imbas karena khawatir dengan situasi dan kondisi yang memburuk dan tidak berperi kemanusiaan di kawasan tersebut.
Tersisa pertanyaan, apakah teror semacam pemboman pesawat komersial terhadap Rusia akan terus berlanjut? Yang mudah dibaca, dalam sebuah aksi teror, pesawat sebagai target adalah berita besar, dan lagi pula akan menimbulkan reaksi berantai yang menggulung.
Sebagai contoh, aksi teror dan proksi terhadap Malaysia Airlines (penulis menyabutnya demikian) menyebabkan flag carrier Malaysia itu akan bangkrut. Oleh karena itu, Rusia dengan demikian banyaknya perusahaan komersial yang dimiliki bisa menjadi target teror di belahan dunia manapun. Efek psikologisnya akan sama.
Melihat dari awal kasus kecelakaan pesawat sebagai penyebab. Apabila dicermati di Suriah, Rusia menghadapi tentangan dari kelompok FSA (Free Syrian Army), yaitu mantan tentara pembelot. FSA pada Desember 2011 dikoordinasikan oleh Dewan Nasional Suriah, mendukung Koalisi Nasional untuk Revolusi Suriah dan Pasukan Oposisi. Sejak November 2014, berkembang koalisi yang terdiri dari 58 kelompok yang didukung AS. Selain itu Rusia harus berhadapan dengan Jabhat al-Nusra, Al-Qaeda dan Islamic State.
Nah, oleh karena itu Rusia harus mewaspadai kemungkinan sabotase lanjutan terhadap pesawat komersialnya. Rusia skan sulit melakukan tindakan pengamanan pesawat komersialnya, karena keamanan pesawatnya sebelum terbang sangat tergantung kepada keamanan Bandara dari negara lainnya.
Tidak bisa mereka kontrol penuh. Memang teror itu sarana conditioning yang ampuh, mirip dengan perang gerilya, walau terjepit diantara insurgency dengan perang konvensional, dampak psikologisnya sangat besar dan menakutkan.
Keputusan Rusia untuk terus melakukan operasi udara di Suriah atau memberhentikannya kini merupakan ujian bagi Putin, baik bagi citra maupun bias dari dampak lainnya. Bagi Indonesia serta beberapa negara lain, dimana apabila terdapat maskapai penerbangan Rusia, sebaiknya dilakukan standart pengamanan yang ketat.
Dari sudut pandang intelijen, ini belum akan selesai. Sebuah operasi conditioning akan dilakukan beberapa kali untuk tercapainya hasil yang maksimal. Biasanya begitu.
Penulis : Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan, Analis Intelijen www.ramalanintelijen.net