JAKARTA, WB – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan pernyataan Prabowo yang menyebut anggaran negara bocor mencapai Rp 7.200 triliun tiap tahunya. Penyesalan itu muncul lantaran Prabowo menyebut institusi KPK dengan mengambil kutipan Ketuanya Abraham Samad sebagai bahan rujukan.
Abraham tidak menampik jika angka itu mencapai Rp 7.200 triliun. Namun ia menjelaskan yang dimaksud dengan Rp 7.200 triliun adalah merupakan angka potensi pendapatan negara yang hilang karena penerapan sistem pengelolaan sumber daya alam. Bukan kebocoran uang negara seperti yang dikatakan Prabowo.
“Kalau angka sudah benar, tapi itu potensi penerimaan yang harusnya didapatkan. Maksudnya angka itu adalah potensi penerimaan negara yang harus didapatkan Rp 1.000 sampai Rp 7.000 triliun,” ujar Abraham, saat dimintai tanggapan, Selasa malam (17/6/2014).
Menurut Abraham, penjelasan itu hanya sekedar untuk meluruskan pernyataan Prabowo saat menyampaikan visi-misi dalam acara debat Capres kedua di Jakarta Minggu malam (15/6/2014) agar tidak terjadi salah paham. Potensi penerimaan uang negara Rp 7.200 triliun dengan kebocoran negara Rp 7.200 jelas dianggap berbeda.
”Bukan kebocoran melainkan potensi penerimaan yang seharusnya bisa didapat itu jadi tidak didapat. Beda dengan kebocoran,” jelasnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga membantah bahwa intitusinya pernah menyebut negara bocor Rp 7.200 triliun. Menurutnya apa yang diucapkan Ketua KPK tersebut merupakan potensi penerimaan negara atau potensial revenue. Jadi ada perbedaan jauh antara potensi pendapatan negara yang hilang dengan kebocoran negara.
“Kalau kebocoran itu dananya sudah ada terlebih dahulu, lalu bocor, kalau potensi itu dananya belum ada,” ujarnya.
Menurut Bambang, potential revenue bisa didapat dari pajak batubara dengan menghitung data impor dan ekspor yang dikeluarkan pemerintah. Selain itu, bisa dilihat dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).[]