JAKARTA, WB – Awal Mei nanti, kendaraan pribadi `diharamkan` konsumsi Premium. Sebab, BBM yang sudah tidak disubsidi itu hanya boleh untuk angkutan umum. Penggantinya, Pertamina menyediakan BBM jenis baru bernama Pertalite yang dibanderol antara Rp 8.000 sampai Rp 8.300.
Kualitas Pertalite, menurut Pertamina lebih baik dibanding Premium. Pertalite berkadar oktan RON 90. Di atas premium yang berkadar oktan RON 88, namun masih di bawah pertamax yang beroktan RON 92. Kebijakan ini bertujuan untuk `memaksa` rakyat beralih dari Premium ke Pertalite.
Soal harga, sudah pasti lebih mahal di banding Premium, namun lebih murah ketimbang Pertamax. “Kita akan di medium range antara Pertamax ke Premium sehingga perbedaan tidak terlalu jauh antara Rp 8000-8300,” ujar Vice President Fuel Marketing Pertamina Muhammad Iskandar di Jakarta, Minggu (19/4/2015).
Upaya menekan konsumsi Premium dilakukan juga untuk menekan impor minyak yang selama ini cukup tinggi. Hanya 30 persen produksi Premium yang dihasilkan dari kilang dalam negeri. Sisanya, 70 persen berasal dari impor.
Rencana pemerintah yang segera terkesan tergesa-gesa memasarkan Pertalite, dinilai sebagian kalangan sebagai akal-akalan untuk menaikkan harga jual BBM.
“Mengganti Premium dengan Pertalite adalah kebijakan yang sangat tidak fair dan tidak pro rakyat. Ini, karena pada dasarnya rakyat sudah membeli Premium dengan harga yang sudah tidak ada muatan subsidi dari pemerintah,” ujar Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi), Sofyano Zakaria di Jakarta, Minggu (19/4/ 2015).
Sofyano menjelaskan, dengan pemerintah membuat kebijakan menghapus Premium dan memaksa masyarakat beralih ke pertalite dengan harga beli lebih mahal, bisa memberatkan beban keuangan rakyat.
Di sisi lain, pengamat kebijakan energi tersebut menyebut, jika pemerintah membuat alasan bahwa premium tidak ramah lingkungan, harusnya mampu menjelaskan secara terang benderang kepada masyarakat mengenai apa dampak negatifnya dari digunakannya Premium.
“Itu yang harus bisa dibuktikan pemerintah, kalau premium telah merusak lingkungan di negeri ini. Bagaimanapun, premium sudah digunakan sejak puluhan tahun lamanya oleh rakyat Indonesia,” terangnya.
Selain itu, dia melanjutkan, sejak zaman Orde Baru, Indonesia sudah menggunakan premium, malah di bawah RON 88. Namun, hingga saat ini belum terdengar adanya survei atau penelitian tentang dampak penggunaan premium itu. []