INDIA, WB – Tahun 2100 diprediksi akan terjadi perubahan iklim ekstrim yang dampaknya bisa membunuh manusia. Namun sepertinya perubahan iklim ekstrim tidak perlu menunggu hingga tahun 2100.
PAsalnya berdasarkan studi yang dilakukan oleh University of California, Berkeley, sekitar 60.000 petani di India telah bunuh diri akibat perubahan iklim.
Dalam studi yang dipublikasikan belum lama ini, dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS)tersebut, Tamma Carleton dari UC Berkeley membandingkan data selama lima dekade terakhir mengenai perubahan iklim dan kasus bunuh diri di India.
Dia menemukan adanya hubungan kuat antara variasi temperatur di negara tersebut dengan angka bunuh diri selama musim pertumbuhan. Bahkan, kenaikan 1 derajat celcius saja pada hari-hari pertumbuhan tanaman berkolerasi dengan peningkatan kasus bunuh diri sebanyak 67, dan kenaikan 5 derajat celcius diasosiasikan dengan tambahan 335 kematian akibat bunuh diri.
Sebaliknya, Carleton juga menemukan bahwa peningkatan curah hujan sebanyak satu sentimeter per tahun mengurangi angka bunuh diri sebanyak tujuh persen.
Secara total, Carleton memperkirakan bahwa sebanyak 59.300 kasus bunuh diri di bidang pertanian selama 30 tahun terakhir di India bisa dihubungkan dengan pemanasan global.
Kasus bunuh diri memang mewabah di India. Dilaporkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), India memiliki angka bunuh diri tertinggi di dunia. Pada tahun 2015 saja, sebanyak 133.623 orang di India memilih untuk mengakhiri hidupnya, dan hampir sepersepuluh dari mereka atau sekitar 12.000 orang adalah petani dan pekerja pertanian.
Namun beberapa alasan menjadi pemicu, termasuk kebangkrutan, hutang, dan masalah-masalah pertanian lainnya. Di dalam makalahnya, Carleton menulis bahwa peningkatan temperatur selama musim pertumbuhan mengurangi panen dan menambahkan tekanan ekonomi bagi para petani-petani India.[]