WARTABUANA – Asosiasi Wayang ASEAN (AWA) atau ASEAN Puppetry Association (APA) akan menyelenggarakan Festival Wayang ASEAN, sekaligus Sidang Ke-7 AWA/APA, di kota Mojokerto Jawa Timur, 30 November – 6 Desember 2016 mendatang.
Perhelatan tersebut sekaligus menandai peringatan Hari Ulang Tahun Ke-10, organisasi pewayangan masyarakat ASEAN, yang didirikan pada 1 Desember 2006 ini.
Sejumlah tempat yang akan dijadikan arena kegiatan meliputi; Gedung Kabupaten Mojokerto, Sanggar Gubug Wayang Yensen Project Indonesia (SGWYPI), Pendopo Trowulan, Pondok Pesantren Tebu Ireng, Brantas River Side, Jolotundo Archaelogical Sites, Trowulan Archaelogical Sites, serta berbagai situs dan obyek wisata lainnya.
Sekjen ASEAN Puppetry Association (APA), Suparmin Sunjoyo, dalam penjelasannya mengatakan, Sidang Ke-7 APA merupakan sidang tahunan yang akan melakukan kajian terhadap soliditas dan potensi organisasi. Juga sekaligus perayaan 10 tahun ASEAN Puppetry Association.
“Kami juga menggelar Seminar Internasional terkait perkembangan wayang. Menampilkan beberapa pertunjukan kolaborasi bersama artis-artis wayang ASEAN (APA – Puppetry Joint Performance),” terang Suparmin Sunjoyo, kepada sejumlah wartawan, di kantor SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia), Gedung Pewayangan Kautaman, Jakarta Timur, Kamis (03/11/2016).
Terkait Festival Wayang ASEAN, juga akan disuguhkan penampilan berbagai jenis pertunjukan Wayang ASEAN, diantaranya Wayang Air dari Vietnam, Black Theatre dari Philipina, Wayang Tali dari Myanmar, dan beberapa jenis pertunjukan Wayang Indonesia.
Perhelatan Festival Wayang ASEAN, sekaligus Sidang Ke-7 AWA/APA ini, terang Suparmin, diikuti 10 wakil-wakil organisasi pewayangan dari negara anggota ASEAN, meliputi Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Philipina, Singapore, Thailand dan Vietnam.
Tentang lokasi penyelenggaraan Festival Wayang ASEAN dan Sidang Ke-7 AWA/APA di kota Mojokerto, menurut Ketua Seksi Publikasi dan Media Center The 7 The Meeting of Asean Puppetry Association (APA) Its 10th Anniversary and Asean Puppetry Festival, Eny Sulistyowati SPd, SE, ingin mengaitkan momen tersebut dengan sejarah kerajaan Majapahit.
“Menyangkut kerajaan yang puing-puing peninggalan kebesaran masa lalunya masih dapat ditemukan di kawasan Trowulan Mojokerto ini. Sebuah kerajaan besar masa lampau yang pernah ada di negara yang kini disebut Indonesia. Kekuasaan kerajaan Majapahit membentang luas hingga mencakup sebagian besar negara yang kini dikenal sebagai Asia Tenggara,” papar Eny Sulistyowati.
Untuk kegiatan Festival Wayang ASEAN dan Sidang Ke-7 AWA/APA di Mojokerto ini, kata Eny, panitia juga melibatkan Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur. Para delegasi organisasi pewayangan dari 10 negara anggota ASEAN, akan mengunjungi Pondok Pesantren Tebu Ireng. Untuk menyambut delegasi Sidang Ke-7 AWA/APA ini, para santri Pondok Pesantren Tebu Ireng akan menampilkan beberapa pertunjukan seni.
“Keterlibatan Pondok Pesantren dimaksudkan untuk mengingatkan masyarakat Indonesia, bahwa penyebaran agama Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa, dilakukan melalui media Wayang yang diinisiasi Sunan Kalijaga. Para Wali pada masanya menyebarkan Islam tidak dengan armada militer dan pedang, tidak juga menindas keyakinan lain. Namun melakukan perubahan sosial secara halus dan bijaksana. Salah satu sarananya adalah menggunakan Wayang,” ujar Eny.
Pada kesempatan yang sama, mantan Ketua Presidium ASEAN Puppetry Association (APA), Drs H. Solichin, menjelaskan APA adalah organisasi di tingkat sub regional yang menangani upaya pelestarian dan pengembangan wayang di ASEAN. Terbentuknya APA, menurutnya, merupakan langkah penting yang dicapai Indonesia dalam menjalin kerjasama regional di kawasan ASEAN maupun internasional di bidang seni dan budaya.
“Melalui seni pertunjukan Wayang diharapkan dapat menumbuhkan identitas bersama dan persaudaraan di kawasan Asia Tenggara. Di samping itu, Wayang merupakan warisan budaya yang perlu dilestarikan dan dikembangkan dalam kerjasama antar negara melalui tradisi dan budaya Wayang. Seni pewayangan hadir memberikan kesejukan, untuk meningkatkan kualitas hidup menjadi manusia yang lebih bermartabat,” ujar Drs H. Solichin.[]