JAKARTA, WB – Komisi V DPR RI, mendesak pemerintah segera menentukan sikap terkait transportasi berbasis aplikasi seperti Uber dan GrabCar. Hal tersebut, ditekankan oleh Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia.
“Ketegasan pemerintah diperlukan untuk menyelesaikan konflik ini. Jika ingin melegalkan transportasi berbasis aplikasi, segera terbitkan aturannya agar tidak melanggar UU LLAJ,” kata Yudi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/3/2016).
Yudi mengungkapkan aksi mogok yang dilakukan 2000 sopir angkutan umum yang menolak keberadaan transportasi berbasis aplikasi, jelas sudah membuat keresahan. para sopir tersebut resah selama belum ada aturan yang mengaturnya, keberadaan trasnportasi berbasis aplikasi akan terus menuai protes karena memang melanggar UU dan menimbulkan persaingan bisnis yang tidak sehat.
“Transportasi berbasis aplikasi seperti Uber dan Grabcar jelas-jelas melanggar sejumlah pasal dalam UU LLAJ seperti pasal 173, 183, 189 dan 237. Namun, transportasi berbasis aplikasi ini cukup membantu masyarakat yang membutuhkan transportasi murah dan nyaman,” tutur Yudi.
Keberadaan transportasi berbasis aplikasi menekan kendaraan-kendaraan umum yang tidak berbasis aplikasi. Keberadaan transportasi dengan aplikasi online ini membuat pendapatan para sopir angkutan menurun.
“Uber dan GrabCar melanggar Pasal 173 UU LLAJ tentang perizinan angkutan umum karena tidak memiliki izin dan beroperasi dengan plat hitam. Selain permasalahan izin, transportasi berbasis aplikasi ini juga melanggar pasal 183 dan 189 UU LLAJ karena penetapan tarif tidak melalui mekanisme pasal 183 yaitu tidak melalaui persetujuan pemerintah dan standar pelayanan minimum (SPM) yang beragam,” tandas Yudi.[]