WARTABAUANA – Akhirnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bogor memutuskan aksi salam dua jari Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan di acara Konferensi Nasional Gerindra di Sentul, Jawa Barat beberapa waktu lalu bukan pelanggaran pidana.
“Sentra Gakumdu memutuskan terhadap apa yang dilakukan saudara ABW terkait dugaan pidana Pemilu sulit untuk dibuktikan,” kata Anggota Bawaslu Kabupaten Bogor Abdul Haris dalam konferensi pers di kantor Bawaslu Kabupaten Bogor, Jumat (11/01/2019).
Sebelum memutuskan, Sentra Gakumdu telah memeriksa pelapor, saksi hingga terlapor Anies Baswedan. Menurut Abdul Haris, dari pemeriksaan itu diketahui acara dilakukan Partai Gerindra tersebut rutin dilakukan setiap tahun dalam rangka konsolidasi partai.
Sementara itu, lanjut Abdul Haris, dalam pemeriksaannya Anies mengaku pose dua jari dilakukannya bukan dimaksudkan mendukung salah satu paslon dalam Pilpres. Anies mengaku pose dua jari itu merupakan salam kemenangan Persija dan salam lestari gemar membaca dengan simbol kemenangan vertikal dan horizontal.
“Terhadap dugaan tindak pidana Pemilu yang kami telusuri tidak menemui unsur ketentuan pidana dan tidak dilanjutkan proses selanjutnya,” kata dia.
Kasus itu bermula saat Anies menghadiri Konferensi Nasional Gerindra di Sentul, Jawa Barat, pada Senin 17 Desember 2018. Usai berpidato, dari atas mimbar Anies bergaya salam dua jari, mengacungkan jempol dan jari telunjuknya.
Tindakan Anies itu berujung laporan ke Bawaslu yang dilakukan Garda Nasional Untuk Rakyat (GNR). Melalui juru bicaranya, Agung Wibowo, GNR menilai Anies melakukan kampanye dengan menunjukkan salam dua jari jempol dan telunjuk.
Menurut Anies Baswedan, seharusnya kita fokus pada hal yang lebih substantif yakni perjalanan bangsa saja daripada pelaporan ke Bawaslu. Anies juga menyebut pelaporan tersebut ramai diperbincangkan oleh masyarakat di berbagai media sosial.
“Bukan hal-hal yang minor-minor seperti ini. Yang lebih substantif karena ini menentukan arah perjalanan bangsa,” kata Anies di Balaikota, Jakarta Pusat, Jumat (11/01/2019).
Saat hadir di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank, kedua menteri itu meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yom Kim untuk tidak berpose foto dengan gestur dua jari.
Buntut dari kasus ini, akhirnya sejumlah pejabat dilaporkan ke Bawaslu terkait simbol jari yang diduga kampanye terselubung mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden. Para pejabat itu terekam memperlihatkan “salam satu jari” dan “salam dua jari”. Jika terbukti melanggar Pasal 547 UU Pemilu para pejabat itu diancam dipidana tiga tahun penjara dan denda Rp36 juta.
Pada Rabu (09/01/2019), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dilaporkan oleh Koordinator Pelaporan Bela Islam (Korlabi) ke Bawaslu karena mereka memperlihatkan “salam satu jari” saat menghadiri PKB Jabar Festival di GOR Pajajaran, Kota Bandung, pada awal November tahun lalu.
Selain Ridwan dan Hanif, Korlabi juga melaporkan sembilan kepala daerah yang terdiri dari bupati dan wali kota di Riau. Mereka adalah Syamsuar, Bupati Siak; Muhammad Harris, Bupati Pelalawan; Amril Mukminin, Bupati Bengkalis; Muhammad Wardan, Bupati Indragiri Hilir; Mursini, Bupati Kwantan Singingi; Irwan Nasir, Bupati Kep Meranti; Suyatno, Bupati Rokan Hilir; Firdaus, Walikota Pekanbaru; serta Zulkifli AS, Walikota Dumai. Mereka dilaporkan atas dugaan berkampanye dukung capres dan cawapres nomor 01.
Bahkan, Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dilaporkan ke Bawaslu oleh seseorang Dahlan Pidou dan Advokat Nusantara ke Bawaslu RI pada bulan Oktober tahun lalu.
Saat hadir di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank, kedua menteri itu meminta Managing Director IMF Christine Lagarde serta Presiden Bank Dunia Jim Yom Kim untuk tidak berpose foto dengan gestur dua jari.
Namun Bawaslu memutuskan bahwa Sri dan Luhut tidak melakukan pelanggaran kampanye karena mereka tidak terbukti merugikan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, sebetulnya tidak masalah jika pejabat menunjukkan dukungan politik mereka. Hanya saja, mereka hanya bisa melakukan itu saat masa cuti atau akhir pekan, sebagaimana diatur undang-undang pemilu.[]