JAKARTA, WB – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis delapan tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Majelis hakim yang diketuai oleh Haswandi menilai, Anas terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama delapan tahun ditambah denda sebanyak Rp 300 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama tiga bulan,” ujarnya saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Rabu (24/9/2014).
Putusan tersebut lebih ringan dari dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya meminta kepada majelis hakim untuk menghukum Anas 15 tahun penjara denda Rp 500 juta dan Juga diminta untuk membayar kerugian negara sebesar Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.
Hal yang memberatkan hukuman terhadap Anas yakni, ia dianggap tidak mendukung spirit masyarakat, bangsa, dan negara dalam pemberantasan korupsi dan tidak dukung semangat membangun sistem yang bebas dari KKN semenjak menjabat sebagai anggota DPR.
Sedangkan hal yang meringankan hukumnya yakni Anas pernah mendapat penghargaan negara Bintang Jasa Utama pada 1999, belum pernah dihukum, dan berlaku sopan selama persidangan.
Dalam perkara ini, Anas dikenakan Pasal 12 huruf a subsider Pasal 11 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 KUHP.
Anas juga dijerat Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU Pasal 65 ayat 1 KUHP dan Pasal 3 ayat 1 huruf c UU No. 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No. 25 Tahun 2003 tentang TPPU.
Dalam kaitanya dengan gratifikasi, Anas disebut menerima dua mobil mewah dan uang miliaran rupiah. Yakni Toyota Harrier bernomor polisi B 15 AUD senilai Rp 670 juta, dan Toyota Vellfire B 67 AUD senilai Rp 735 juta. Selain itu, Anas disebut pernah diberikan uang senilai Rp 116,5 miliar, serta uang sekitar 5,2 juta dollar AS untuk biaya survei pemenangan Anas sebagai ketua umum Partai Demokrat.
Uang tersebut diduga berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga, proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.
Adapun dalam Kaitanya dengan TPPU, Anas disebut telah mencuci uang sekitar Rp 23,8 miliar pada saat menjabat sebagai anggota DPR periode 2009-2014.
Namun, menanggapi dakwaan Jaksa, Anas dan tim kuasa hukumnya mengajukan pleidoi atau nota pembelaan. Dalam pleidoinya yang dibacakan pekan lalu, Anas menilai tuntutan tim jaksa KPK tidak objektif dan imajiner.
Anas menilai, untuk mendakwa dirinya Jaksa hanya mengambil pada keterangan Nazaruddin dan anak buah Nazaruddin yang disebutnya telah dipengaruhi Nazar. Anas juga menilai tuntutan pencabutan hak politik jaksa KPK bermuatan politis. []