JAKARTA, WB – Selain membahas tantangan global kemungkinan soal perpanjangan izin Freeport akan muncul dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama.
Pada tanggal 25 Oktober hingga 28 Oktober 2015 dijadwalkan Presiden Joko Widodo akan bertolak ke Amerika Serikat untuk memenuhi undangan Presiden Barack Obama. Kabar ini diketahui dari Menteri Luar Negeri Retno Marsudi setelah dirinya bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Selasa (6/10) di Washington DC.
Analis Intelijen Marsda TNI (Pur) Prayitno Ramelan berpendapat kedua negara juga akan memainkan peran penting di Laut China Selatan dimana China kini terus mencoba mendekati Indonesia dengan kepentingannya. Dalam hal ini Amerika memandang China sebagai salah satu calon pesaing potensial yang dapat mengganggu kepentingannya, yaitu jalur laut perekonomian AS yang melalui LCS (Sea Lane of Communication).
“Seperti disebutkan oleh John Kerry bahwa Indonesia memainkan peran penting, terkait dengan Laut China Selatan. Dari sejarah kepemimpinannya, Presiden Barack Obama pada tahun 2011 mengeluarkan kebijakan Pivot to the Pacific dan kemudian di revisi menjadi Rebalancing toward Asia sebagai respon atas kebangkitan China sebagai kekuatan besar di Asia Pasifik,” ujarnya.
“Obama memprioritaskan kawasan Asia Pasifik dalam perencanaan militer AS, kebijakan luar negeri, dan kebijakan ekonomi. Pasukan AS di Irak dan Afghanistan telah diputuskan ditarik dan digeser ke kawasan ini. Tujuan utama kebijakan luar negeri AS adalah ikut membentuk norma dan aturan di Asia Pasifik agar hukum dan norma internasional tetap ditegakkan. AS khawatir dengan ambisi dan ulah China yang agak arogan dan nekat yang akan menguasai dan mengendalikan kawasan Laut China Selatan,” ujarnya kembali.
Sementara dalam pembicaraan perubahan iklim, kata Prayitno Indonesia menjadi penting karena memiliki hutan yang sangat luas, dan jelas kedua kepala negara akan membahas persiapan Konferensi iklim COP21 di Paris pada bulan Desember 2015 mendatang.
“Pembicaraan bilateral serta Pertemuan G20 di Turki bulan depan, merupakan pertemuan penting bagi Indonesia untuk lebih tampil di dunia internasional dalam memerankan sebagai ujung tombak persoalan perubahan iklim dalam sidang di Paris. AS menilai bahwa Indonesia selain mempunyai peran sangat penting, kini menjumpai hambatan dalam pengelolaan hutan yang berpotensi akan dapat membahayakan iklim dunia,” jelas dia.
Menurut Prayitno Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap perubahan iklim. Memiliki masalah dimana terjadi pembakaran hutan yang menghancurkan, seperti yang terlihat kini sudah dua bulan kabut asap terus berkembang luas dan kebakaran hutan sulit untuk dipadamkan. Di pihak Indonesia, jelas kepentingannya akan berkisar kepada upaya kerjasama kedua Negara dalam perbaikan masalah ekonomi.
“Selain itu Indonesia seperti disebutkan oleh Menlu AS John Kerry, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dan paling padat penduduknya sebagai negara dengan penduduk yang mayoritas Muslim akan memberikan kontribusi solusi jalan keluar penanganan masalah radikalisme dan ekstremisme yang kini mengancam dunia,” terang dia.
Masih dalam konteks tersebut kerjasama keamanan kedua negara nampaknya menyangkut soal terorisme. AS sangat concern terkait persoalan ancaman radikalisme serta ekstremisme yang akan berbenturan dengan kelompok muslim moderat di Indonesia.
“Komponen intelstrat sejarah mencatat bahwa sejak 2002-2009, kepentingan serta simbol AS dan sekutunya telah menjadi target pemboman dari kelompok teroris di Indonesia,” tandas dia. []