JAKARTA, WB- Dalam catatan akhir tahunnya, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengatakan pada 2016 menjadi tahun yang berbahaya bagi jurnalis di Indonesia.
Ada dua isu terbesar yaitu kekerasan terhadap jurnalis dan regulasi yang menindas media dan jurnalis.
“Pada tahun ini jurnalis dalam tekanan yang luar biasa. Kasus kekerasan di tahun ini melonjak 2 kali lipat tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Pada tahun ini tercatat 78 kasus,” kata Ketua AJI Suwarjono di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/16).
Di tahun sebelumnya, rata-rata kasus kekerasan hanya 40 kasus per tahun.
Kasus kekerasan dari AJI, paling banyak dilakukan oleh aparat. Ada berbagai macam kekerasan yang menimpa jurnalis seperti terror hingga pembunuhan.
“Kekerasan masif terjadi dari Aceh sampai Papua. Kekerasan fisik teror sampai pembunuhan. Lalu tidak ada satupun pelaku kekerasan ditindak kepolisian. Ada semacam pembiaran. Kami sangat sesalkan,” tegas Suwarjono.
Tidak hanya kekerasana pada jurnalis saja, AJI juga mengatakan ancaman kebebasan berekspresi atau pembungkaman oleh aparat.
“Ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Bagi AJI jadi ancaman serius. Lalu Ancaman kekerasan pembubaran acara,” katanya.
Pada tahun ini AJI juga mengatakan maraknya gerakan intoleran. Dia juga mencontohkan kasus yang menimpa jurnalis televise saat demo bela Islam 412 dan 212 lalu.
“Gerakan intoleran semakin menguat. Kasus belum lama ini 2 Desember kemarin teman Kompas tv dan Metro tv dapat pengusiran. Ini juga ancaman serius,” lanjutnya.[]