JAKARTA, WB – Lantaran banyaknya aplikasi yang dapat digunakan untuk merekayasa percakapan dengan menggunakan elektronik, maka kuat dugaan jika chat antara Habib Rizieq dan Firza Husein adalah sebuah rekayasa.
“Sangat mungkin rekayasa, sejumlah aplikasi memfasilitasi untuk melakukan rekayasa dialog, komunikasi, atau chat sedemikian rupa seolah-olah benar-benar terjadi,” ujar Kepala Pusat Studi Forensika Digital (PUSFID), Universitas Islam Indonesia (UII), Yudi Prajurit, Selasa (23/5/2017).
Ia mengemukakan, pendapat yang mengatakan adanya ketidaksesuaian antara gaya bahasa atau keanehan dalam dialog yang terjadi dapat diarahkan pada kemungkinan bahwa chat tersebut adalah hasil rekayasa.
Secara forensik, Yudi mengakui, hal tersebut tidak bisa dibuktikan langsung. Kecuali dengan melakukan analisis langsung terhadap telepon genggam dari salah satu atau kedua pihak. Karena itu, untuk membantah adanya chat tersebut, cara terbaik adalah menyerahkan HP dari kedua belah pihak untuk dianalisis oleh orang-orang yang kompeten.
Data telepon genggam salah satu atau keduanya juga sangat mungkin disadap. Baik melalui remote aktivitasnya maupun
cloning SIM card. Apalagi jika kedua pihak tidak berhati-hati dalam menyimpan telepon genggam mereka.
Maka dari itu, sangat dimungkinkan ada pihak ketiga yang memanfaatkan ketidakhati-hatian tersebut untuk menerapkan berbagai teknologi penyadapan/spy/kloning. Jika pun benar ada hacker kelas atas yang melakukannya (anonymous), maka teknologi yang mungkin diterapkan, salah satunya adalah memanfaatkan celah keamanan telekomunikasi yang dikenal dengan SS7.
Selain itu, saat ini terungkap fakta bahwa posisi HP milik Firza ternyata sudah disita untuk kepentingan penyidikan kasus lain sekitar Desember 2016. Sementara, kasus chat yang memuat konten pornografi muncul pada Januari 2017.
Berdasarkan fakta ini, maka sebagian pengamat langsung menjatuhkan kesimpulan bahwa pelaku penyebaran pasti bagian dari aparat yang memiliki akses terhadap BB ponsel Firza. Sehingga, dengan asumsi ini, maka fokus masalah bergeser dari konten pornografi menjadi pengungkapan siapa yang menjadi pelaku penyebarannya.
Dari aspek hukum, pelaku penyebaran konten pornografi tentunya akan terjerat sejumlah pasal pada UU ITE No 11/2008 maupun perubahannya pada UU No 19/2016. Sementara, pelaku pornografinya dapat saja terjerat pada salah satu pasal dari UU Pornografi No 44/2008.
“Yang jelas situs sebagai sumber penyebaran dari konten pornografi melalui chat WA telah diblok oleh Kominfo,” kata Yudi.[]