JAKARTA, WB – Titik api atau hotspot kebakaran hutan dan lahan (karlahut) di Sumatera dan Kalimantan terus bertambah. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan berdasarkan data BMKG dari pantauan Satelit Modis (Terra dan Aqua) pada Senin (31/8) pukul 05.00 WIB terdapat 1.438 hotspot diantaranya di Sumatera 1.006 hotspot serta Kalimantan 432 hotspot.
“Dari 1.006 hostpot di Sumatera tersebar di Sumatera Selatan 354, Sumatera Barat 8, Riau 219, Lampung 13, Bangka Belitung 88, Jambi 320, dan Bengkulu 3. Sedangkan di Kalimantan tersebar di Kalimantan Barat 80, Kalimantan Selatan 54, Kalimantan Tengah 298, Kalimantan Timur 18, dan Kaltara 2,” ujar Sutopo dalam keterangannya kepada Wartabuana.com, Jakarta, Senin (31/8/2015).
Kondisi demikian sambung Sutopo menyebabkan jarak pandang pendek dan kualitas udara memburuk. Jarak pandang di Kota Jambi hanya 500 meter akibat pekatnya asap. Pemerintah Kota Jambi juga kembali meliburkan sekolah pada hari ini untuk jenjang TK/PAUD, SD, SMA/SMK dan madrasah/sederajat, baik negeri maupun swasta karena indeks standar pencemaran udara yang tidak sehat.
“Pemerintah Kota Jambi juga menggelar sholat Istiqo di lapangan Kantor Walikota Jambi. Sedangkan jarak pandang di Pekanbaru 1 km, Pelalawan 800 meter, dan Rengat 2 km. Penderita ISPA di Sumsel tercatat 24.824 jiwa dan di Riau 1.228 jiwa,” kata dia.
Menurut Sutopo upaya penanggulangan karhutla terus dilakukan di darat dan di udara. BNPB mengerahkan tiga pesawat terbang untuk hujan buatan di Riau, Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, dan 13 helikopter pemboman air di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.
“Hujan buatan di Riau telah menaburkan 111 ton garam dan di Sumatera Selatan menaburkan 46,3 ton ke dalam awan-awan potensial. Pemboman air dari udara sudah dilakukan dengan menjatuhkan air 9,34 juta liter di atas hotspot di Sumatera Selatan dan 13,7 juta liter di Riau,” kata dia.
“Ancaman karhutla terus meningkat hingga November 2015. Cuaca makin kering dan hujan akan semakin kecil sehingga potensi terbakar akan makin besar. Pola hotspot di Sumatera dan Kalimantan mencapai puncak pada September-Oktober. Upaya pencegahan lebih efektif dibandingkan pemadaman,” kata dia menambahkan. []