WARTABUANA – Dibalik segudang manfaat media sosial, ternyata ada dampak negatif yang mengintai, seperti rentan konflik, masalah privasi menjadi konsumsi publik dan komunikasi cenderung pasif agresif.
Ironisnya, komunikasi pasif agresif telah mendominasi ranah pergaulan masyarakat di era sekarang. Hal tersebut dapat ditandai dengan kemunculan banyak haters di dunia maya. Karena orang-orang lebih suka marah, mengumpat, protes, hingga menghujat orang lain melalui media social. Lebih bahayanya lagi, komunikasi pasif agresif ini juga terbawa-terbawa ke tempat kerja.
Menurut Rama Sahid, Entrepreneur & Communication Trainer, miskomunikasi terjadi karena berbagai faktor, seperti perbedaan persepsi antara pengirim informasi dan penerima informasi, perbedaan pengetahuan, pengalaman serta perbedaan gaya bahasa yang digunakan.
Dari hasil sebuah riset yang dilakukan Rama bersama tim di tahun 2019, miskomunikasi kerap terjadi di lingkungan pekerjaan, sehingga sering terjadi beberapa hal, seperti: terjadi kebingungan, instruksi tidak sesuai harapan, kinerja individu/tim tidak fokus, semangat kerja menurun, stress karena bekerja tidak menyenangkan, muncul konflik horizontal antar teman, muncul berbagai penyelewengan dan pada akhirnya goals tidak tercapai.
“Miskomunikasi dialami banyak orang. Dengan bos, rekan kerja , suami karena pesannya tidak clear, sehingga instruksi tidak berjalan sesuai harapan. Penyebabnya bawahan bingung, berdampak ke kinerja, semua orang nggak bisa bekerja dengan focus. Gara-gara kebingungan, goals atau target perusahaan tidak tercapai,” ungkap Rama Sahid, pada acara Sharing Session Gerakan #akuberdaya bekerja sama Tempa Trainer Guild (TTG), bertajuk “Be Communicative, To Be Productive; 3 Jurus Jitu Menjadi Produktif dengan Komunikasi Asertif, baru-baru ini.
Untuk diketahui, gerakan #akuberdaya merupakan sebuah gerakan yang diinisiasi oleh desainer Nina Nugroho dengan target melejitkan keberdayaan 1 juta perempuan dalam setahun ke depan. Sejumlah program telah dilakukan, salah satunya menggelar berbagai edukasi melalui pemanfaatkan zoom online sharing session yang dijadwalkan setiap Minggu, jam 10.00- 11.30 WIB
Rama menambahkan buruknya komunikasi ini juga dipicu oleh hantaman Covid-19 saat ini. Media sosial menjadi pelampiasan untuk ajang curhat semua orang. Di Amerika Serikat, buruknya komunikasi mengakibatkan tingginya tingkat stress masyarakatnya.
“Bukan karena nggak punya duit. Tapi komunikasinya yang buruk. Buruknya komunikasi juga berpengaruh pada tingginya tingkat perceraian,” lanjut Rama.
Rama memberitahu agar terbangun hubungan baik antar individu diperlukan seni berkomunikasi. Dalam perusahaan kemampuan ini sangat diperlukan seorang leader untuk memenej timnya.
Rama mengutip pakar komunikasi Sondang Siagian (2010) menyebutkan tugas leader antara lain: kemampuan membangun hubungan baik, penentu arah, komunikator, mediator, integrator dan menjadi juru bicara perusahaan.
Komunikasi bukanlah bawaan lahir atau diwariskan melainkan hasil dari berlatih setiap hari. Ditambahkan Rama, terdapat 4 tipe berkomunikasi, yaitu:
1. Pasif: tipe komunikasi seseorang yang lebih banyak menunduk, gemetar, kata-kata tidak selesai, bengong dan suka menghindari konflik.
2. Agresif: Tipe orang yang suka berteriak, melotot, memotong pembicaraan, tegang dan cenderung membuat konflik.
3. Pasif agresif: fenomena sekarang, orang yang penuh nyinyiran, ngebully, menyindir, sarkasmes, mudah tersinggung, suka memendam emosi, suka bilang oke, fine, terserah tapi di belakang kerap menyalahkan keadaan dan orang lain.
4. Asertif: 50 persen tipe orang ini suka menatap lawan bicara, antusias, mendengarkan, rileks dan cenderung menjadi orang yang suka mengatasi konflik
“Disini kita perlu membangun komunikasi asertif. Karena dia berada diantara orang agresif dan pasif. Makin mampu seseorang mengekspresikan diri secara asertif, makin kuat daya tahannya dalam menghadapi stress dan makin kecil kemungkinan untuk terserang depresi,” lanjut Rama.
Bagaimana menjadi orang yang dapat melakukan komunikasi assertive?
1. Drive your self: maksudnya adalah jadilah orang yang percaya diri. Yakinlah dengan apa yang dikatakan, jangan berusaha menyenangkan semua orang, kuasai terlebih dulu persoalan yang muncul, sebelum disampaikan. Tidak buru-buru merespon. Hilangkan sungkan. Karena sungkan itu hanya ada di Indonesia
2. Develop other:
a. Kontrol emosi: Atur nafas, bersikap tenang, jangan anggap musuh, tapi anggap sebagai kawan. Mulailah dengan kata saya. Jangan menyerang lawan bicara.
b. Menghormati kawan bicara: Jadilah pendengar yang baik! Tidak memotong pembicaraan kawan bicara. Pahami dengan baik kata demi kata. Hargai juga pendapatnya. Kadang sebagai leader, mendengarkan itu tidak mudah, butuh effort.
c. Berikan feedback: Menyesuaikan kondisi kawan bicara klarifikasi pernyatataan yang disampaikan kawan bicara. Berikan respon atau anggukan saat mendengar. Menjadi orang yang komunikasitf itu bisa dilatih. So do action, libatkan diri secara aktif. Dampaknya anda akan menjadi lebih produktif.
d. Antusias : Bicaralah secara lugas, ekspresif, dengarkan dengan baik apa yang dibilang kawan bicara, tidak boleh hanya diam saja dan selalu mengalah.
e. Belajarlah: Belajar berkata tidak secara diplomatis dan professional
Berfokus pada sesuatu yang dilakukan, bukan pada orangnya. Contoh: saya tidak sependapat dengan cara yang anda lakukan, bagi saya akan membuang waktu dan energi.
Don’t: Kamu sangat payah, buat laporan aja nggak becus. Hari ini kerjamu berantakan!
Do: Saya kecewa dengan hasil pekerjaanmu hari ini, laporan juga nggak tersusun dengan rapi
Pointnya sama. Sama-sama kcewa dengan lawan bicara. Tapi yang membedakan pemilihan kata-kata yang berbeda.
“Kata yang pertama, menyerang seseorang. Yang kedua, saya kecewa dengan hasil hari ini. Bukan kecewa sama orangnya , tapi dengan cara kerja orang itu. Dalam hal mengontrol emosi, atur pernafasan, pakai hitungan 4 detik – 4 detik. Disaat bernafas, pejamkan mata. Selama 4 detik. Tarik nafas, bersyukur dari hal terkecil, buang nafaas, ‘alhamdulillah’, buang nafas lewat mulut,” pungkas Rama.[]