WARTABUANA – PT PLN (Persero) masih terus menuai sorotan. Setelah membatalkan program kompor listrik akibat protes berbagai pihak, berbagai persoalan lain yang mendera BUMN terbesar itu tak kunjung habis.
Salahsatunya terkait PLTU Pangkalan Susu di Kabupaten Langkat yang kini dikelola anak perusahaannya PT Indonesia Power (IP) lewat proses Asset Managemen Contract (AMC).
Permasalahan itu terfokus pada keberadaan gunungan batu bara yang menjadi material utama sebagai bahan bakar untuk PLTU guna memperkuat kelistrikan di Sumbagut.
Untuk tetap menjaga kualitas batu bara, sesuai SOP material bahan bakar itu harus ditutup dengan dome. Tujuannya agar tidak terkena hujan dan panas secara langsung.
Karena jika hal itu terjadi, tentu kadar kalori batubara terancan berkurang hingga kualitasnya untuk digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan listrik, juga akan buruk.
Tapi faktanya, hal itu justru diabaikan pihak PLN sebagai induk dan IP sebagai perusahaan yang kini mengelola PLTU tersebut.
Kabarnya, sejak setahun terakhir, gunungan batu bara dengan volume cukup besar itu, dibiarkan di area terbuka. Bahkan batu bara itu dibiarkan terkena panas dan hujan.
Selidik punya selidik ternyata pembiaran itu terjadi akibat tidak adanya dome yang menutupi areal gunungan batu bara tersebut.
Pengamat Energi Feri Syahputra menilai, tidak tertutupnya batu bara itu jelas merupakan bentuk pelanggaran SOP. Terlebih batu bara merupakan material utama bahan bakar PLTU, apabila gunungan batu bara tersebut terus menerus terkena hujan, maka dapat menyebabkan turunnya kalori dari batu bara. bahkan apabila dibiarkan terkena panas maka dapat menyebabkan terjadi kebakaran. hal ini tentu sangat membahayakan keberlangsungan operasional PLTU tersebut.
“Agak aneh sebenarnya kenapa terjadi pembiaran batu bara. Tentu bagi orang PLN yang mengurusi pembangkitan, hal ini tak perlu diajari lagi, karena itu SOP yang sudah baku,” tegasnya.
Karena dampak dari pembiaran ini, kata Fery, yang paling fatal adalah berdampak pada berkurangnya kadar kalori batubara dan batu bara akan mudah terbakar jika cuaca panas.
“Dan karena berkurangnya kalori, tentu ketika akan digunakan untuk bahan bakar, batu bara yang rusak ini terpaksa dimix dengan batu bara kualitas bagus. Artinya apa, terpaksa ada biaya ekstra yang harus dikeluarkan yang tentunya menjadi potensi kerugian negara, dalam jumlah besar. Apalagi batu bara bukan barang murah” tegas Feri.
Untuk itu, ia meminta aparat penegak hukum baik KPK, Kejaksaan atau Kepolisian, untuk turun ke PLTU Pangkalan Susu menyelidiki kasus ini.
“Karena kalau ini dibiarkan, bukan hanya negara yang rugi, keandalan listrik Sumbagut juga bisa terancam dan bisa menyebabkan biaya pokok penyediaan tenaga listrik menjadi naik” tutupnya.
Sementara Purnomo GM (General Manager) PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Utara (UIKSBU) dalam balasan konfirmasinya menyatakan kalau pembangkit pangkalan susu dikelola oleh PLN Indonesia Power.”Monggo dikonfirm lagi ke GM pangkalan susu,”balasnya dalam chat WhatsApp,Selasa 1/11/2022.
Lebih lanjut Purnomo yang disebut-sebut cuci tangan mengatakan bukan melepas tanggung jawab namun per 1 November sudah beda pengelolaan.”Bukan melepas tanggungjawab namun dalam pengelolaan sudah dilakukan AMC,semua menjadi tanggungjawab PLN Indonesia Power,”jelasnya.
Lain lagi jawaban Trisno Widayat GM Pangkalan Susu saat dikonfirmasi menyatakan humas akan menjawab pertanyaan dari wartabuana.com.”Nanti humas kami yang akan menjawab, namun pengelolaan batu bara untuk PLTU sesuai kaidah dalam mensupport kelistrikan Sumatera”,jawabnya dalam keterangan WhatsApp.[]