BERLIN – Perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech SE, pada Senin (10/5) mengatakan pihaknya akan mendirikan cabang pertamanya di kawasan Asia-Pasifik dengan membangun kantor pusat regional di Singapura.
BioNTech juga mengumumkan akan membangun fasilitas manufaktur mRNA yang terintegrasi penuh di Singapura, dengan dukungan dari Dewan Pembangunan Ekonomi (Economic Development Board/EDB) Singapura. Fasilitas tersebut akan mulai beroperasi pada 2023, menurut perusahaan itu.
“Memiliki beberapa cabang dalam jaringan produksi kami adalah langkah strategis penting dalam mengembangkan kapabilitas dan jejak global kami,” tutur Ugur Sahin, CEO sekaligus salah satu pendiri BioNTech, dalam pernyataannya.
Lokasi yang direncanakan itu akan memiliki sistem produksi mRNA dengan tingkat otomatisasi yang tinggi dan end-to-end untuk pembuatan bahan obat, produk obat, serta pengisian dan penyelesaian, menurut BioNTech. Fasilitas tersebut diperkirakan akan memproduksi beberapa ratus juta dosis per tahun, bergantung pada jenis vaksin.
“Investasi ini akan memungkinkan Singapura mengembangkan kapabilitas dalam modalitas terapeutik baru yang penting sebagai bagian dari strategi untuk mengembangkan industri biofarmasi kita,” kata Kepala EDB Beh Swan Gin.
Pendapatan BioNTech (belum diaudit) untuk kuartal pertama (Q1) 2021 yang dirilis pada Senin menunjukkan lonjakan ke angka sekitar 2,05 miliar euro (1 euro = Rp17.281) setelah sebelumnya hanya mencapai kurang dari 28 juta euro pada Q1 tahun lalu.
Peningkatan pendapatan itu sebagian besar dipicu oleh pesatnya kenaikan pasokan vaksin COVID-19 di seluruh dunia, sebut BioNTech. Perkiraan pendapatan vaksin COVID-19 untuk BioNTech ketika kontrak-kontrak pasokan yang saat ini sudah ditandatangani dengan jumlah sekitar 1,8 miliar dosis dipenuhi mencapai 12,4 miliar euro.
Hingga 6 Mei, lebih dari 450 juta dosis BNT162b2, vaksin COVID-19 yang dikembangkan BioNTech dan perusahaan Pfizer Amerika Serikat, telah dipasok ke 91 negara atau kawasan di seluruh dunia, menurut perusahaan Jerman itu. [Xinhua]