NEW DELHI – India sedang menghadapi gelombang kedua pandemi COVID-19 setelah lonjakan kasus harian pada pekan lalu melampaui angka 400.000, dan total kasus di negara itu hampir mencapai 20 juta.
Di tengah kondisi yang tak terkendali saat ini, perekonomian India secara keseluruhan, yang terperosok ke dalam resesi sejak tahun lalu akibat COVID-19, semakin terpuruk oleh gelombang kedua pandemi.
Sebagian besar industri dan sektor manufaktur tutup atau bekerja dengan kapasitas yang jauh lebih kecil. Tenaga kerja di layanan nonesensial kembali ke rumah dan bekerja secara daring (online). Sekali lagi, kantor-kantor kembali ditutup dan bisnis tambahan yang bergantung pada karyawan perusahaan, seperti sektor makanan dan hospitality, terdampak parah.
Dalam upaya mengendalikan pandemi yang berkecamuk, lebih dari 10 negara bagian, termasuk Delhi, telah memberlakukan karantina wilayah (lockdown) parsial atau total, dan lima negara bagian, seperti Nagaland, menerapkan aturan jam malam.
Meski layanan esensial diizinkan beroperasi, layanan lainnya telah ditutup hingga pemberitahuan lebih lanjut. Mode bekerja dari rumah (work from home) baik di kantor pemerintah maupun perusahaan swasta digalakkan, dan orang-orang dianjurkan tetap berada di rumah kecuali jika ada keperluan sangat mendesak yang mengharuskan untuk keluar.
INDUSTRI MAKANAN TERDAMPAK PARAH
Pemilik restoran kecil, pemasok makanan daring, dan jaringan hotel merupakan sektor yang paling terdampak. Ramesh Chandrikant, yang menjalankan jaringan restoran di Gurugram, pusat teknologi informasi (TI) yang berbatasan dengan Delhi, mengatakan dia sempat memperkirakan situasi akan kembali normal karena kasus baru harian COVID-19 telah turun ke level di bawah angka 10.000 pada akhir Januari.
“Namun, kemudian gelombang kedua ini melanda India, dan situasinya berubah dari buruk menjadi lebih buruk. Setelah hampir satu tahun pandemi, kami berharap semuanya akan berakhir dan semua karyawan perusahaan TI serta perangkat lunak akan kembali ke kantor mereka. Sekarang, saya tidak melihat tanda-tanda mereka kembali dalam waktu dekat tahun ini,” kata Chandrikant.
“Sebagian besar karyawan perusahaan TI dan perangkat lunak tinggal di sini sendirian atau sebagai pasangan suami dan istri yang dua-duanya bekerja. Kebanyakan dari mereka bergantung pada layanan makanan kami, dan bisnis kami berjalan dengan baik selama bertahun-tahun sebelum COVID-19,” tambahnya. “Kini, karena hampir 90 persen dari mereka bekerja dari rumah yang terletak di berbagai negara bagian, bisnis kami benar-benar hancur.”
Ulhas Shantaram Muke, presiden asosiasi pemasok tiffin (makan siang) terbesar di ibu kota keuangan Mumbai, juga memiliki kisah serupa.
“Terdapat hampir 5.000 pemasok tiffin di asosiasi kami. Kami mengelola bisnis penyediaan tiffin untuk semua orang di Mumbai yang bekerja di sini, baik itu kantor, tempat usaha, pabrik, atau Bollywood. Penyediaan tiffin merupakan salah satu bisnis yang tertua dan paling populer di Mumbai,” katanya.
Akan tetapi kini dengan adanya gelombang kedua pandemi, “kami sekali lagi kehilangan pekerjaan,” tambahnya. “Sekarang, kami tidak memiliki sumber mata pencaharian dan bergantung pada amal atau sumbangan orang lain agar dapat memperoleh makanan untuk keluarga kami.”
Namun, pasien yang terjangkit pandemi dan menjalani isolasi mandiri di rumah bergantung pada layanan pengiriman makanan.
Ashok Dixit, seorang warga lanjut usia dan penduduk Gurugram yang menjalani karantina di rumah selama lebih dari dua pekan bersama istri dan putrinya, mengatakan keluarganya memesan makanan dari dapur setempat setiap hari.
“Kami bertiga sakit. Kami tidak bisa memasak untuk diri kami sendiri. Kami tidak punya pilihan selain memesan makanan dari luar. Asisten rumah tangga kami, yang biasa memasak saat sebelum pandemi, diminta untuk tetap berada di rumahnya,” tutur Dixit.
Dia menambahkan bahwa sebuah badan kesejahteraan warga setempat telah mengizinkan beberapa pemilik restoran, yang menjadi pengangguran, untuk memasok makanan dengan mengantarkannya ke depan pintu rumah mereka.
INDUSTRI PERHOTELAN TERDAMPAK PARAH I
ndia sedang memasuki musim panas. Di waktu-waktu seperti ini, sekolah biasanya ditutup untuk liburan tahunan dan para keluarga akan pergi bertamasya, khususnya di perbukitan. Empat bulan dari April hingga Juli biasanya merupakan musim puncak bagi industri perhotelan, terutama berkat wisatawan domestik.
Gelombang kedua COVID-19 dan lockdown sebagai dampaknya kembali membuat industri perjalanan terhenti. Perhimpunan Hotel India (Hotel Association of India/HAI) telah menyurati pemerintah federal untuk meminta dukungan likuiditas dalam bentuk suku bunga yang lebih rendah, dan penyesuaian lebih lanjut dalam Skema Jaminan Saluran Kredit Darurat.
Menurut sumber yang dapat dipercaya di industri perhotelan, HAI juga telah mengupayakan pembebasan total atau parsial untuk pengeluaran wajib seperti pajak properti, biaya sewa, biaya lisensi, dan biaya cukai. Surat yang ditulis oleh perhimpunan itu menekankan bahwa gelombang kedua COVID-19 telah menghentikan pemulihan sektor hospitality dan pariwisata.
Sektor hospitality, termasuk industri perhotelan, ditutup selama hampir 6 hingga 8 bulan tahun lalu. Industri tersebut diizinkan untuk dibuka kembali secara bertahap, dan sempat berada di jalur menuju pemulihan berkat pariwisata domestik, pernikahan, dan kegiatan kumpul keluarga.
Akan tetapi, kemajuan itu telah dipatahkan oleh lockdown di beberapa negara bagian, aturan jam malam dan akhir pekan, pengurangan batas jumlah tamu yang diizinkan untuk acara, serta kebijakan-kebijakan lainnya.
“Industri perhotelan mengalami musim bisnis hanya selama beberapa bulan saja, dan selebihnya pada tahun itu, kami membayar karyawan kami dari uang yang dihasilkan dari pengoperasian selama beberapa bulan tersebut,” ujar Shashank Pandey, yang mengelola empat properti hotel di India utara di bawah merek “Aspen Adventures”, kepada Xinhua. “Bulan-bulan ini, yaitu April hingga Juli, biasanya menjadi musim puncak bagi kami setiap tahunnya. Namun, tahun ini bisnis sama sekali tidak berjalan mengingat gelombang kedua COVID-19 memenuhi pikiran semua orang,” kata Pandey.
PEMESANAN HOTEL TURUN 75 PERSEN
Shahzad Aslam, kepala penjualan di Leisure Hotels Group, mengatakan kepada harian berbahasa Inggris Financial Express bahwa akibat gelombang kedua yang tengah berlangsung saat ini, pemesanan hotel anjlok lebih dari 75 persen.
Dia memaparkan periode liburan musim panas tahun ini akan menjadi periode yang sepi. Meski demikian, dirinya tampak berharap pada reservasi dari wisatawan dalam bentuk staycation dan workcation di resor.
Diungkapkannya kepada surat kabar itu bahwa pandemi terus mendatangkan malapetaka bagi semua industri, dengan industri perjalanan, hospitality, dan penerbangan menanggung beban terbesar. Namun, dia tetap optimistis, karena vaksinasi mendatang akan membantu meningkatkan pemesanan mulai Juni.
“Bulan ini kami terus menerima pertanyaan dari wisatawan yang mencari paket staycation dan workcation di resor kami, yang biasanya terisolasi dan berada di lokasi terpencil,” tambahnya.
PROYEKSI PERTUMBUHAN BERAGAM
Bulan lalu, badan pemeringkat global Moody’s mengatakan bahwa pembatasan yang diberlakukan oleh pemerintah India untuk mengendalikan lonjakan ditambah dengan vaksinasi yang cepat akan mengurangi dampak buruk gelombang kedua terhadap perekonomian India secara keseluruhan.
Dalam proyeksinya di tengah gelombang kedua, badan pemeringkat tersebut menyatakan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) India kemungkinan masih akan tumbuh dua digit pada 2021.
Dana Moneter Internasional (IMF) bulan lalu menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi India menjadi 12,5 persen dari perkiraan 11,5 persen pada Januari. Namun, badan itu menyebutkan bahwa proyeksi tersebut menghadapi risiko penurunan akibat gelombang kedua COVID-19.
Sementara itu, badan pemeringkat India, ICRA, memproyeksikan bahwa PDB negara tersebut akan tumbuh 10-10,5 persen pada tahun keuangan 2021-2022 karena gelombang kedua COVID-19. ICRA juga menyatakan bahwa gelombang saat ini akan mengurangi laju pemulihan di India.
S&P Global Ratings pada akhir April mengatakan pihaknya mungkin akan meninjau kembali proyeksi pertumbuhan 11 persen yang dipatoknya untuk India tahun ini, dan menambahkan bahwa lonjakan kasus penularan telah menghambat pemulihan ekonomi negara tersebut dengan beberapa indikator kehilangan momentum. [Xinhua]