LONDON – Ekspor dan impor China diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang kuat di sisa 2021 di tengah pemulihan ekonomi global dan domestik yang positif, ungkap lembaga pemikir Inggris Oxford Economics dalam laporan yang dirilis pada Selasa (13/4).
“Kami memperkirakan momentum ekspor akan tetap kuat pada kuartal kedua (Q2),” papar laporan itu, menambahkan bahwa pemulihan ekonomi global yang kuat akan menopang ekspor China di sepanjang 2021, meski ada kemungkinan penurunan permintaan akibat pandemi di tahun ini.
Mengingat penundaan pengiriman global dapat membayangi prospek ekspor jangka pendek, peran China dalam rantai pasokan global “tampaknya tidak berkurang,” kata lembaga pemikir tersebut.
“Sebaliknya, ekspor China telah memperoleh pangsa pasar global sejak pandemi mulai merebak, dan peningkatan itu terjadi secara luas di seluruh kategori barang dalam beberapa bulan terakhir,” ungkap Oxford Economics lebih lanjut.
Selain ekspor, lembaga pemikir Inggris itu juga mengatakan bahwa “ke depan, impor barang semestinya akan terus bertumbuh di sisa tahun ini karena pemulihan domestik yang sedang berlangsung.”
“Kami memperkirakan momentum pertumbuhan ekonomi akan kembali meningkat setelah melemah sementara pada Q1,” kata lembaga pemikir itu, menyebut fakta bahwa perjalanan dan logistik domestik “kembali ‘normal’ pada Maret, dan kami mencari adanya momentum konsumsi untuk melihat peningkatan yang lebih nyata pada paruh kedua 2021.”
Laporan itu dikeluarkan saat sebelumnya pada hari yang sama data resmi China menunjukkan total impor dan ekspor barang melonjak 29,2 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 8,47 triliun yuan (1 yuan = Rp2.234) pada Q1 2021.
Pada kuartal tersebut, ekspor melonjak 38,7 persen dari tahun sebelumnya, sementara impor naik 19,3 persen dalam nilai yuan, menurut data Administrasi Umum Kepabeanan (General Administration of Customs/GAC) China.
Sementara itu, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) masih menjadi mitra dagang terbesar China selama periode tersebut, disusul oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat, tunjuk data GAC.
Pada Q1, perdagangan China dengan negara-negara di sepanjang Sabuk dan Jalur Sutra naik 21,4 persen (yoy) mencapai 2,5 triliun yuan. Impor dan ekspor ke Vietnam, Indonesia, dan Polandia mencapai pertumbuhan yang relatif pesat.
“Jadi, ada banyak peluang bagi perusahaan asing untuk berhasil di China dan di Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra (Belt and Road Initiative/BRI),” seperti disampaikan Ketua 48 Group Club Stephen Perry kepada Xinhua dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
48 Group Club merupakan sebuah organisasi perdagangan Inggris yang menyediakan interpretasi kebijakan, konsultasi informasi, bantuan hukum, dan layanan lainnya bagi perusahaan Inggris dan China.
“Saya rasa China cukup paham bahwa perekonomiannya akan mempunyai partisipasi luar negeri yang cukup besar untuk melindungi kepentingan rakyat China dan membantu menumbuhkan perekonomian negara-negara lain,” kata Perry.
“Dalam jangka panjang, peluang terbaik, seperti yang saya katakan, terdapat di China dan BRI,” imbuhnya. [Xinhua]