BERLIN – “Mobil masa depan” sedang dibangun di China, demikian disampaikan seorang pakar Jerman kepada Xinhua dalam wawancara eksklusif pada Senin (30/8)
Hal itu dikarenakan perusahaan teknologi besar seperti Baidu, Huawei dan Tencent berbasis di China dan negara tersebut merupakan “Eldorado” bagi pengemudian otonomos, dan memiliki banyak sekali pelanggan yang melek teknologi, ujar Profesor Ferdinand Dudenhoeffer, Direktur CAR Center Automotive Research Duisburg.
VW Group dan Mercedes kini menjual hampir 40 persen kendaraan mereka di China, sementara BMW lebih dari 35 persen. Pada tahun 2019 sebelum corona, industri otomotif Jerman mencatat penjualan global 435 miliar euro (1 euro = Rp16.916), sedangkan anggaran federal kala itu adalah 356 miliar euro. Sejak pabrikan mobil Jerman menjual kendaraan kelas atas di China, penjualan di negara Asia itu saja menyumbang 55 persen dari seluruh anggaran federal, menurut statistik CAR.
Meski dia merujuk pada sejumlah laporan media terkait aliansi Barat yang melawan China, Dudenhoeffer mengatakan Jerman tidak seharusnya terlibat dalam aliansi tersebut, atau hal itu dapat membahayakan kelangsungan ekonominya di masa depan, dan ini akan berlaku bagi industri-industri utama seperti sektor otomotif.
Jerman dan China harus bekerja sama lebih erat di masa depan alih-alih menjatuhkan sanksi, katanya, seraya menambahkan bahwa sanksi dan upaya mendiskreditkan tidak pernah menjadi solusi yang tepat.
Namun, ada banyak tekanan dari Amerika Serikat (AS), karena AS ingin mempertahankan posisi kuatnya di kancah global yang telah dimilikinya selama 50 tahun terakhir, sebutnya.
Meski demikian, budaya dan teknologi China penting secara global, tutur Dudenhoeffer.
“Jika kita melihat sejarah China, apa yang telah dilakukan oleh Partai Komunis di China dalam 30 tahun terakhir sangatlah mengesankan. Saya dapat membayangkan bahwa model ini memungkinkan bagi negara-negara lain,” tambahnya.
Dudenhoeffer mengatakan Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra dapat membantu meningkatkan kesejahteraan, pertumbuhan industri, dan pertumbuhan ekonomi di banyak negara.
“Kami membutuhkan redefinisi kebijakan China kami. Keanggotaan Jerman dalam aliansi melawan China akan menjadi semacam tindakan merugikan diri sendiri,” tutupnya. [Xinhua]