WARTABUANA – Isu Golput menjadi fenomena tersendiri bagi negara demokrasi. Golput dinilai terdiri dari kelompok-kelompok yang tidak direpresentasikan oleh kedua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden di 2019 ini.
Lingkaran Survey Indonesia (LSI) Denny JA, mencatat jika angka golput pilpres 2019, kurang lebih sama dengan golput pilpres terakhir yaitu 30.42 %, tentunya ada pasangan capres-cawapres yang akan dirugikan.
LSI Denny JA membuat analisis per segmen atau kantong pemilih penting. Dalam pemilu presiden langsung sejak tahun 2004, 2009, 2014, angka Golput terus beranjak naik dari sekitar 25 persen hingga sekitar 30 persen. Hal tersebut termasuk orang-orang yang tidak masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tidak mendapat undangan untuk memberi hak suara.
“Dalam hal ini, tingginya angka golput lebih dikarenakan kurangnya informasi dan juga tidak adanya undangan pemilih. Lokasi juga menjadi hal lain tingginya golput, ” papar peneliti LSI Denny JA, Ikrama Masloman, dibilangan Rawamangun, Selasa (19/3/2019).
LSI mengklarifikasi pemilih Golput dengan berbagai kriteria. Untuk pemilih golput kalangan wong cilik, menurut Ikrama, akan merugikan pasangan Jokowi-Ma’ruf.
Wang cilik, lanjut Ikrama, adalah kantong pemilih yang besar. Populasi segmen ini sebesar 49.8 %. Pada segmen pemilih ini, Jokowi-Maruf selalu unggul dari pasangan Prabowo-Sandi. Sejak Agustus 2018, Jokowi-Maruf selalu unggul dengan selisih rata-rata diatas 25%. Survei terakhir pada Februari 2019 menunjukan dukungan Jokowi-Maruf di segmen wong cilik sebesar 63.7 %, sementara dukungan terhadap Prabowo-Sandi sebesar 27.4 %.
“Jika banyak pemilih wong cilik yang tidak datang ke TPS (golput), maka pasangan Jokowi-maruf yang dirugikan. Karena pemilih wong cilik adalah salah satu kantong suara Jokowi-Maruf,” tutur Ikrama.
Disegmen milenial lanjut dia, jika pemilih Golput banyak maka yang dirugikan juga pasangan Jokowi-Ma’ruf. Pemilih milenial termasuk kantong suara terbesar. Populasi segmen pemilih milineal (dibawah 40 tahun) kurang lebih sebesar 44.7 %. Pada segmen pemilih ini, sejak Agustus 2018, Jokowi-Maruf selalu unggul dibanding pasangan Prabowo-Sandi.
“Keunggulan Jokowi-Maruf terhadap Prabowo-Sandi rata-rata diatas 15 %. Pada survei Februari 2019, Jokowi-Maruf memperoleh dukungan sebesar 56.5 %, dan Prabowo-Sandi memperoleh dukungan sebesar 34.5 %. Artinya bahwa selisih kedua pasangan calon di segmen millenial sebesar 22 %, ” ulasnya.
Sedangkankan dari segmen golput terpelajar yang akan dirugikan adalah pasangan Prabowo-Sandiaga. Kantong pemilih ini tidak besar populasi pemilihnya jika dibandingkan dengan kantong pemilih lainnya. Hanya sebesar 10-15 % populasi pemilih terpelajar. Di kantong pemilih ini, pasangan Prabowo-Sandi cenderung lebih unggul dari pasangan Jokowi-Maruf.
“Karena kantong ini secara konsisten diungguli oleh pasangan Prabowo-Sandi. Golput pada pemilih terpelajar bisa terjadi karena dua alasan penting. Pertama, karena alasan apatisme politik (ketidakpedulian terhadap politik). Kedua, sebagai bentuk protes politik (kedua capres dinilai tidak sesuai dengan harapan dan kriteria mereka), ” katanya.
Survei ini dilakukan pada tanggal 18-25 Februari 2019 melalui face to face interview menggunakan kuesioner. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan 1200 responden dan margin of error sebesar +/- 2,9 %. Survei dilaksanakan di 34 propinsi di Indonesia.
“Kami juga melengkapi survei dengan penelitian kualitatif dengan metode analisis media, FGD, dan in depth interview,” tandas Ikrama. []