JAKARTA, WB – Anggota Komisi IV, DPR RI, Akmal Pasluddin menilai kebijakan pemerintah, khususnya Menko Maritim dan Gubernur DKI, yang akan melanjutkan kembali megaproyek reklamasi Teluk Jakarta dapat berakibat pada kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Hal ini semakin diperkuat dengan minimnya transparansi dari pemerintah untuk membuka dokumen hasil kajian sebagai basis akademik agar masyarakat dapat menilai layak atau tidaknya kebijakan yang pernah dibatalkan oleh Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli tersebut.
“Kami meminta kepada pemerintah, khususnya Menko Kemaritiman dan Gubernur DKI, coba umumkan semua hasil kajian dari berbagai lembaga terkait kelayakan pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta. Pemerintah jangan konsumsi sendiri hasil kajian itu sehingga masyarakat dapat menilai kelayakan kajian reklamasi itu,” tegas Akmal, Senin (19/9/2016).
Akmal menambahkan moratorium reklamasi Teluk Jakarta yang telah diputuskan oleh DPR dan pemerintah, saat ini statusnya belum dicabut. Selain itu, hasil banding atas Putusan PTUN yang mengabulkan gugatan Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) atas Pergub Tahun 2004 tentang izin pelaksanaan reklamasi di Pulau G, hingga kini masih proses hukumnya masih belum selesai.
“Itu semuanya dilabrak dan menunjukan arogansi kekuasaan yang melecehkan hukum dan aturan kenegaraan,” jelas Alumnus Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Akmal menambahkan, dengan adanya dua ketentuan hukum di atas mengakibatkan segala aturan mengenai reklamasi menjadi tidak dapat dijadikan dasar bagi Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama “Ahok” untuk melanjutkan reklamasi. Menko Maritim juga jangan terlalu tergesa-gesa memberikan jaminan proyek reklamasi ini tetap dilanjutkan.
Aturan-aturan tersebut adalah Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 78 tahun 2010 tentang Reklamasi Pasca Tambang, Permen-KP No. 17 tahun 2003 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahkan keppres No. 52 tahun 1995 tentang Pantura Jakarta.
Oleh karena itu, Akmal menilai publik harus mencurigai adanya upaya untuk menutup hasil kajian yang menjadi dasar bagi tetap berjalannya reklamasi, yang diduga ada kepentingan pengusaha besar di negara ini.
Akmal menegaskan, pada dasarnya setiap undang-undang yang mengatur persoalan reklamasi di Indonesia selalu bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan lingkungan, yakni mengendalikan arus air laut yang mengakibatkan abrasi atau erosi pantai atau pembentukan pulau untuk konservasi perlindungan satwa dan tanaman.
“Ini menunjukkan bahwa reklamasi dapat dilakukan apabila dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurungan, pengeringan lahan atau drainase,” jelas Akmal.
Namun, kata Akmal, yang direncanakan Gubernur Jakarta Ahok berserta kelompok pengusaha besarnya yang didukung menko Maritim, telah memperlihatkan bahwa tujuan reklamasi ini untuk tujuan properti yang telah dipasarkan hingga ke negeri Tiongkok.
“Sudah hentikan saja reklamasi ini. Menko Maritim dan Gubernur DKI jangan membuka diri untuk mendatangkan bencana besar di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Alam tidak akan tinggal diam jika pemimpin dan masyarakat di negeri ini terus melawan hukum dan semena-mena menyengsarakan rakyatnya,”pungkas Andi Akmal Pasludd.[]