JAKARTA, WB – Sebuah LSM bernama Human Rights Working Group (HRWG) menyesalkan atas putusan Pengadilan Penang, Malaysia soal kasus Rita Krisdianti buruh migran. Ia didakwa sebagai penyelundup narkoba. Rita, seorang pekerja migran dari Indonesia berada di bawah hukuman mati di Penang Karena dia dituduh sebagai salah satu jaringan mafia narkoba.
“Pada dasarnya, Rita memiliki beberapa saksi di Macau yang bisa memberinya kesempatan. Namun, mereka tidak ingin pergi ke Malaysia Karena mereka takut. Berdasarkan keterangan saksi Rita tidak menyadari ada methamphetamine di dalam tasnya. Rita hanya ditanyakan oleh teman-temannya, ES untuk mengambil tas dari India. Dia hanya tahu tas berisi Sari (pakaian tradisional India),” kata Program Manager of ASEAN Advocacy Daniel Awigra kepada wartawan di Jakarta, Selasa (31/5).
Karena itu kasus yang menimpa Rita Krisdianti dinilai sangat penting untuk diperhatikan dan dibantu secara serius oleh pemerintah. Pasalnya, tenaga kerja migran tersebut adalah korban kejahatan sindikat perdagangan narkoba. Dengan vonis hukuman mati yang telah dijatuhkan oleh pengadilan kerajaan Malaysia, Rita nyata-nyata telah menjadi korban kejahatan orang lain.
Rita ini benar-benar korban. Dia ditipu oleh sindikat narkoba lintas negara. Pola-pola seperti ini, sudah menjadi trend dalam bisnis perdagangan narkoba,” kata dia kembali.
Kasus yang menimpa Rita berawal pada 2013 setelah dia diberhentikan oleh majikannya di Hong Kong dan dikembalikan ke agensinya di Makau untuk menunggu pekerjaan selanjutnya dan visa baru. Setelah menunggu selama tiga bulan, dia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Ponorogo, Jawa Timur. Sebelum pulang, dia ditawari untuk berdagang kain dengan dua orang rekannya yang berinisial ES dan RT.
Mereka meminta Rita untuk mengubah rute kepulangannya ke Thailand melalui New Delhi untuk mengambil barang titipan. Namun, saat kembali ke Thailand melalui Penang, Malaysia, pada 10 Juli 2013 dia ditahan di Bandara internasional Bayan Lepas karena kedapatan membawa narkotika. Seblumnya Rita dititipi sebuah koper oleh seseorang tanpa boleh membukanya. Orang tersebut menyebut isi koper itu adalah pakaian yang akan dijual Rita di kampung halaman.
Akan tetapi, ketika Rita sampai di Bandara Penang, Juli 2013 lalu, Kepolisian Malaysia menangkapnya. Mereka menemukan narkoba jenis sabuseberat empat kilogram di koper yang dibawa Rita.
Atas dasar itu HRWG mendesak Pemerintah Indonesia untuk melakukan moratorium hukuman mati yang menimpa Rita. Saat ini, ada 281 orang Indonesia di luar negeri tercatat divonis hukuman mati. Jumlah terbesar buruh migran Indonesia menghadapi hukuman mati di luar negeri berada di Malaysia. 212 orang Indonesia saat ini menjalani sidang, dan 73 telah divonis. Ini justru bertentangan dengan undang-undang.
Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan” Apalagi, Pasal 5 menyatakan bahwa “tidak ada penyiksaan atau perlakuan kejam ,, tidak manusiawi atau merendahkan”. Hukuman mati adalah penolakan akhir dari hak untuk hidup, melanggar hak asasi manusia. []