WARTABUANA – Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Komunitas ASEAN mengecam tindakan pemerintah Malaysia yang mendeportasi aktivis demokrasi dan hak asasi manusia dari International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Mugiyanto Sipin, di Kuala Lumpur Malaysia, Kamis, (7/1).
“Mugi, seharusnya menjadi pembicara kunci pada sesi “People`s Movement Can Bring Change” bersama dengan Maria Chin Abdullah dari Bersih 2.0 dalam rangkaian acara Yellow Mania, 6-10 Januari 2016 di Malaysia,” demikian keterangan yang dikirim oleh Solidaritas dari Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Komunitas ASEAN, Jakarta, Jumat (8/1).
Sangat disayangkan, setibanya di Kuala Lumpur International Airport (KLIA) pagi ini, Mugi tidak diperkenankan masuk Malaysia dan justru dideportasi ke Indonesia. Tindakan pemerintah Malaysia ini sangat bertentangan dengan semangat era baru Komunitas ASEAN, khususnya yang telah mengancam kebebasan bergerak (freedom of movement), kebebasan berpikir, berbicara dan berekspresi.
Kebebasan berkspresi selalu dilanggar oleh rezim otoriter dan koruptif. Kejadian yang dialami oleh Mugi adalah bukti Malaysia di bawah Perdana Menteri Najib Razak termasuk dalam kategori tersebut. Apa yang dilakukan oleh Pemerintah Malaysia mirip seperti apa yang dilakukan pemerintah Soeharto pada zaman Orde Baru dengan mencekal para Indonesianis masuk ke Indonesia.
Pencekalan dan pendeportasian ini sangat mencederai Komunitas ASEAN yang lahir di Malaysia sendiri. Dalam konteks Komunitas ASEAN, tindakan ini melawan kesepakatan kerjasama politik dan keamanan di dalam dokumen Visi ASEAN 2025: Forging Ahead Together, khususnya pada poin 8.2:
“An inclusive and responsive community that ensures our peoples, enjoy human rights and fundamental freedoms as well as thrive in a just, democratic, harmonious and gender-sensitive environment in accordance with the principles of democracy, good governance and the rule of law”.
Kebebasan berekspresi juga dijamin dalam Deklarasi HAM ASEAN (2012), pasal 23:
“Every person has the right to freedom of opinion and expression, including freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information, whether orally, in writing or though any other medium of that person`s choice.”
Koalisi juga menilai pemerintah ASEAN di bawah kepemimpinan Malaysia (2015), telah gagal memberi sinyal yang meyakinkan publik luas bahwa ASEAN tengah berbenah diri dengan menjadikan ASEAN sebagai komunitas yang berorientasi dan berpusat pada rakyat (people oriented and people centered). Pada tahun terahir pembentukan Komunitas ASEAN di bawah kepemimpinan Malaysia, ASEAN bersikap lamban dalam merespon krisis-krisis kemanusiaan (emerging crisis) yang terjadi di kawasan, seperti tragedy kemanusiaan terhadap etnis Rohingya (termasuk diusirnya para pengungsi Rohingya oleh beberapa negara ASEAN). Hal ini semakin memperlemah keyakinan publilk akan kesiapan ASEAN dalam menjadi sebuah satu komunitas.
Koalisi mendesak Pemerintah Malaysia agar tindakan pencekalan seperti ini tidak terjadi pada masa datang. Koalisi mendukung gerakan masyarakat sipil di Malaysia yang gigih memperjuangkan Malaysia bebas dari korupsi dan elanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. []