TEHERAN – Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran pada Senin (19/9) mengatakan ada kemungkinan bahwa Teheran akan menggelar pembicaraan dengan pihak-pihak lain tentang pengaktifan kembali kesepakatan nuklir 2015 di sela-sela Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations General Assembly/UNGA) ke-77 di New York.
Iran tentunya akan menggunakan setiap kesempatan untuk menyuarakan pandangannya tentang isu-isu bilateral dan internasional, ungkap Nasser Kanaani seperti dikutip oleh kantor berita resmi Iran, IRNA.
Presiden Iran Ebrahim Raisi, yang akan menghadiri UNGA di New York, didampingi oleh kepala negosiator nuklir Iran Ali Bagheri Kani, kata Kanaani dalam konferensi pers mingguan.
Raisi akan mengadakan pertemuan bilateral dengan para pemimpin negara lainnya di sela-sela sidang UNGA dan akan ambil bagian dalam sejumlah konferensi pers, tambah Kanaani.
Presiden Iran, yang berangkat dari Teheran menuju New York pada Senin pagi waktu setempat, mengatakan kepada sejumlah wartawan di bandara bahwa dirinya “tidak memiliki rencana untuk bernegosiasi atau bertemu dengan pihak Amerikat Serikat (AS) selama perjalanan ini,” menurut situs web kepresidenan Iran.
Saat mengomentari kemungkinan adanya pertemuan antara pejabat Iran dan AS di sela-sela sidang UNGA, Kanaani mengatakan Teheran tidak akan menggelar pembicaraan bilateral dengan pihak AS.
Teheran akan terus menjaga hubungan dan kontak dengan pihak-pihak lainnya mengenai masalah nuklir melalui Uni Eropa (UE), lanjut Kanaani.
Tidak ada rencana khusus yang disusun untuk negosiasi terkait pencabutan sanksi selama kunjungan dan di sela-sela sidang, ujar Kanaani. Dia menambahkan bahwa Iran tidak pernah meninggalkan meja perundingan dan menganggap pembicaraan konstruktif sebagai metode yang efektif dan tepat untuk mengatasi perbedaan.
Iran menandatangani kesepakatan nuklir, yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (Joint Comprehensive Plan of Action/JCPOA), dengan beberapa negara besar di dunia pada Juli 2015. Dalam kesepakatan tersebut, Iran setuju membatasi program nuklirnya dengan imbalan pencabutan sejumlah sanksi terhadap negara tersebut. Namun, mantan presiden AS Donald Trump menarik Washington keluar dari kesepakatan itu dan kembali menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Teheran, yang mendorong Iran untuk mengabaikan beberapa komitmennya di bawah kesepakatan tersebut.
Rangkaian pembicaraan untuk mengaktifkan kembali JCPOA dimulai pada April 2021 di Wina, tetapi kemudian ditangguhkan pada Maret tahun ini akibat perbedaan politik antara Teheran dan Washington. Putaran terakhir pembicaraan nuklir diadakan di ibu kota Austria itu pada awal Agustus, setelah penangguhan selama lima bulan.
Pada 8 Agustus, UE mengajukan teks final dari draf keputusan untuk menghidupkan kembali JCPOA. Iran dan AS kemudian secara tidak langsung bertukar pandangan tentang proposal UE dalam proses yang sejauh ini gagal membuahkan hasil yang baik.
Koresponden Kantor Berita Xinhua melaporkan dari Teheran. (XHTV)