WARTABUANA – Otty Widasari berangkat dari kesadaran bahwa media menjadi kunci penting dalam membaca bagaimana peradaban bekerja. Perkembangan teknologi media memengaruhi bagaimana narasi diciptakan, dibentuk, dikomunikasikan, hingga diestetisasi untuk warga.
Kendali narasi itu, yang baik oleh rezim, konglomerat, dan oligarki, diperlakukan sebagai corong narasi yang telah diseleksi sesuai kepentingan ideologi dan kapitalnya. Namun, teknologi media membawa optimisme yang membuka kemungkinan inklusivitas dan vernakularitas dari media: bersatunya alat perekam dan proyeksi/presentasi dan berbagai kemungkinan distribusinya. Babak baru dalam sejarah media ini menjadikan warga yang sebelumnya mengkonsumsi menjadi seorang produser. Para gatekeeper atas pengetahuannya pun runtuh, warga bebas dari referensi historis maupun teknologis atas perangkat tersebut.
Titik belokan dari praktik artistik dan aktivisme Otty Widasari dapat kita lihat semenjak berdirinya Forum Lenteng, dan proyek yang ia pimpin dan kerjakan sampai sekarang, Akumassa. Sebagai kelompok studi yang berangkat dari mempelajari isu sosial budaya di masyarakat lewat perkembangan seni dan media, Forum Lenteng meniatkan Akumassa sebagai tahap diseminasi lanjut dari kajiannya sekaligus memperluas jejaringnya.
Akumassa berangkat dari program pemberdayaan masyarakat lewat media di berbagai lokasi di Indonesia. Bertolak dari situasi bermedia tersebut, Akumassa menjadikan narasi warga sebagai suara jenial atas sebuah lokasi tempatnya tinggal, mengaktivasi agensi mereka untuk berbicara tentang persoalan sehari-hari yang bersumber dari masalah sistemik hingga sejarah yang panjang atas sebuah lokasi. Cara kerjanya dipandu oleh produksi, pengarsipan, dan distribusi pengetahuan yang egaliter, independen dari kuasa media maupun sistem yang mapan.
Akumassa seolah menjadi sebuah metode dan bingkai kerja bagi Otty untuk dapat membongkar kegagapan wacana besar seperti modernisme dalam praktiknya di situs-situs yang enggan dibaca oleh pandangan monolitik media arus utama.
Otty lebih lanjut mendapati bahwa ranah wacana publik yang serius dan monumental seperti kolonialisme dan narasi tentang permainan ekonomi di pusat dapat berpindah dari diskusi akademik menuju perbincangan antar warga dengan bersama-sama mengorkestrasi tubuh-tubuh, baik di lokasi, maupun tubuh yang bermedia sosial, dengan pengetahuan lewat pembingkaian. Ini menjadi usaha Otty untuk mendudukkan sejarah dan pengetahuan sebagai kontestasi tanpa henti atas klaim-klaim agensi manusia yang membentuk peradaban. Otty berhasil merebut itu lewat metodologi riset dan eksekusi artistiknya, yang berakar dari cara mengetahui secara hari ini dan di sini.
Solo Exhibition Otty Widasari “Partisan” mencoba untuk melihat kembali gagasan tentang kesadaran media dan bagaimana aspek performativitasnya dapat dikelola menjadi sebuah aksi bersama dalam membingkai, melakukan pembesaran, dan distribusi pengetahuan secara inklusif.
Ruang belajar yang digagas Otty bersama kawan-kawannya menjadi laboratorium artistik baginya dalam mengenali bagaimana narasi besar bekerja pada individu-individu yang dekat dengan kesehariannya dan publik yang disituasikan oleh teknologi media hari ini. Individu-individu inilah yang menjadi partisan, saling bertukar pengetahuan dan afeksi dengan Otty, untuk membedah apa yang terjadi hari ini dan di sini. Para partisan yang sudah dan akan berkontribusi menawarkan pembacaannya lewat seni performans pada karya on progress yang diinisiasi Otty untuk pameran ini.
Pameran tunggal ketiganya ini menjadi semacam konklusi dari proyek dua pameran tunggal sebelumnya: ”Ones Who Looked at the Presence” (2015) dan “Ones Who Are Being Controlled” (2016) yang keduanya dikuratori oleh Manshur Zikri.
Pada proyek sebelumnya, Otty membedah bagaimana kedatangan teknologi media baru yang dibawa oleh kolonial menggugah gestur subjek terhadap kamera, dan selanjutnya bagaimana directing bekerja antarsubjek perekam dan yang direkam.
Lewat aksi melukis dalam proyek sebelumnya, Otty meletakkan arsip filem kolonial ke lanskap situasi bermedia hari ini dan di sini. Solo Exhibition Otty Widasari “Partisan” yang dikuratori oleh Luthfan Nur Rochman ini mencoba membingkai kerja-kerja Otty Widasari selama hampir dua dekade secara konseptual.
Berbasis praktik menggambar, memfasilitasi pengetahuan, dan obrolan sehari-hari; karya-karya video, teks, dan performans yang dihadirkan pada pameran tunggal Otty kali ini menjadi tawaran untuk publik dalam merefleksikan keseharian, pertemanan, dan keberdayaan warga yang dilengkapi oleh teknologi media hari ini; menyimpan potensi untuk mengetahui dan mengurai hal-hal yang terjadi sebenarnya di balik narasi monolitik.
Luthfan Nur Rochman berharap lewat pameran ini, “Publik dapat melihat bahwa selain kerja studio dan artefak seni jadi, ada tawaran praktik artistik lain yang membuka partisipasi dari masyarakat dan bahwa narasi keseharian mereka juga sepenting narasi para seniman-seniman yang selama ini dianggap jenius.”
Kepala Galeri Nasional Indonesia Pustanto mengatakan, Otty Widasari merupakan salah satu seniman penting dalam perkembangan seni kontemporer Indonesia, begitu pula dengan praktik keseniannya.
“Dengan multibackground-nya, praktik kesenian dan karya-karya Otty menjadi kaya narasi. Otty berhasil mendekatkan seni rupa dengan keseharian masyarakat, membuat masyarakat merasakan secara langsung pengaruh seni dalam kehidupan mereka. Karena itulah karya yang ditampilkan dalam ruang pameran menjadi satu hal yang menarik, dan proses bagaimana karya itu dibuat dengan melibatkan warga menjadi hal menarik lainnya. Semoga pameran ini memberikan kesempatan kepada publik untuk mengenal lebih dekat sosok Otty Widasari, sekaligus memicu munculnya gagasan dan praktik-praktik kesenian lainnya yang mampu mendekatkan seni dengan masyarakat,” papar Pustanto.
Solo Exhibition Otty Widasari “Partisan” akan dibuka pada 8 Maret 2022, pukul 18.30–21.00 WIB di Gedung Serbaguna, Galeri Nasional Indonesia (khusus undangan). Dalam pembukaan pameran, Forum Lenteng akan meluncurkan buku “Partisan: Teks-teks Pada Otty Widasari” yang membedah refleksi para penulis muda yang bersinggungan dengan praktik artistik dan kerja-kerja aktivisme Otty Widasari. Pembukaan pameran juga akan dilengkapi dengan performance art oleh Ferial Afiff.
Solo Exhibition Otty Widasari “Partisan” merupakan hasil kerja sama dan dukungan Galeri Nasional Indonesia, Forum Lenteng, Milisifilem Collective, Kolektif Proyek Edisi, 69 Performance Club, Milisifilem Colective, dan Ferial Afiff. Pameran ini akan berlangsung di Gedung D Galeri Nasional Indonesia pada 9 Maret–8 April 2022, pukul 10.00–19.00 WIB (tutup pada hari libur nasional), dengan dibagi menjadi beberapa sesi kunjungan.
Sebelum berkunjung, sesuai dengan protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19, pengunjung diwajibkan melakukan registrasi secara daring melalui situs web https://galnas-id.com/ paling lambat enam jam sebelum jadwal kunjungan. Pada laman tersebut, pengunjung juga dapat melihat jadwal, jam sesi, serta kuota kunjungan yang tersedia.
Selain pameran, ada juga presentasi Seni Performans pada karya on progress Otty Widasari, mulai 9 hingga 15 Maret 2022, dalam rentang pukul 11.00-18.00 (dibagi dalam beberapa sesi). Dalam satu hari, akan digelar tiga sesi performans dari seniman performans yang berasal dari beberapa lokasi di Indonesia. Para seniman yang dihadirkan antara lain adalah Ferial Afiff (Bandung), kolektif Proyek Edisi (Yogyakarta), dan 69 Performance Club (Jakarta) dan Milisifilem Collective (Jakarta). Solo Exhibition Otty Widasari “Partisan” juga akan dilengkapi dengan Tur Kuratorial pada 13 Maret 2022, pukul 15.00 – 17.00 WIB.
Biografi Seniman
Otty Widasari (1973, Balikpapan, Indonesia) seorang seniman, kurator, pembuat filem, penulis, dan salah satu pendiri organisasi yang berbasis di Jakarta, Forum Lentengorganisasi nirlaba egaliter yang berdiri tahun 2003 dan fokus di bidang media, seni, dan sinema. Otty menjadi inisiator dan pemimpin Akumassa, sebuah proyek kolaborasi bersama komunitas-komunitas di berbagai daerah di Indonesia dalam produksi informasi berbasis warga. Otty juga menjadi kurator filem dan Kepala Selektor pada Arkipel – Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival.
Karya-karya seninya telah dipresentasikan di berbagai perhelatan seni rupa nasional maupun internasional, antara lain: International Film Festival Rotterdam, Belanda (2009); Translated SPACE, ID Contemporary Art of Indonesia, Kunstraum Krausberg, Berlin (2010); OK. VIDEO Flesh – 5th Jakarta International Video Festival, Jakarta (2011); 4th DMZ International Documentary Film Festival, Korea Selatan (2012); Jakarta Biennale – SIASAT, Jakarta (2013); Biennale Jogja XII Equator #2, Yogyakarta (2013); SeMA Biennale Mediacity Seoul, Korea Selatan (2014); Bienal de la Imagen en Movimiento Buenos Aires, Argentina (2014); Impakt Festival, Utrecht, Belanda (2014); Experimenta – 9th International Festival of Moving Image Art, Bangalore, India (2015); Images Festival, Toronto, Kanada (2015); L’Age d’Or Festival, Brussels, Belgia (2016); Jakarta Biennale “JIWA” (2017); Biennal Art Matters, Prague (2019) dan 9th Triennial of Contemporary Art U3 | Dead and Alive, Ljubljana (2019).[]