WARTABUANA – Denny JA sejak lama menggandrungi karya Van Gogh yang ekspresionisme. Kini dia melukis dengan aplikasi lukisan dibantu teknologi artificial inteligence. Sudah 15 lukisan ber-genre “Lukisan Esai” dia lahirkan.
Setelah berhasil mempelopori profesi konsultan politik di Indonesia, juga tradisi baru puisi esai, kini Denny JA merambah dunia lukisan. Selasa 1 November 2022 lalu, LSI Denny JA menyelenggarakan konferensi pers soal politik dan agama.
Di acara tersebut sebanyak 15 lukisan esai Denny JA, dengan tema Cinta Ilahi, dipajang di sana. Untuk pertama kali serial lukisan esainya dilihat wartawan dan publik.
Serial 15 lukisan itu dapat dilihat di video Youtube ini, yang dirangkai dengan alunan musik Itirof: dari Abu Nawas:
Denny JA menjelaskan sejak lama ia menggandrungi Van Gogh. Sejak bersekolah di Amerika Serikat, Denny mencari poster lukisannya di berbagai toko seni.
Denny menyenangi gaya lukisan Van Gogh, yang sering disebut dengan genre ekspresionisme. Dalam gaya ini, yang dilukis tak hanya realitas fisik sebuah obyek, tapi juga emosinya, gairahnya, gejolak batinnya.
Di tahun 2022 ini, Denny JA banyak berkenalan dengan aplikasi lukisan, dengan bantuan artificial inteligence.
Dengan ketrampilan teknis melukis yang elementer, sejauh memiliki konsep yang kuat, gabungan beberapa aplikasi lukisan itu dapat membantu.
Denny pun mengekspresikan cinta ilahi melalui lukisan gaya Van Gogh. Berbeda dengan Van Gogh, Denny tak mulai melukis dari kanvas yang kosong. Ia melukisnya di atas kanvas yang sudah bercorak dengan bantuan aplikasi lukisan.
Di atas lukisanpun, Denny bubuhkan potongan puisi, yang menyatu dengan gagasan utama lukisan.
Maka ada empat karakter utama jenis lukisan yang ia beri nama “Lukisan Esai”.
Pertama, jenis lukisan hibrida, yaitu lukisan yang dibantu aplikasi digital, artificial inteligence. Goresan manual pelukis, kuas, warna dan tarikan garis tangannya, menjadi finishing touch saja dari lukisan itu. Katakanlah ini gabungan lukisan aplikasi dan manual.
Kedua, pesan utama lukisan juga diekspresikan dalam bentuk potongan puisi. Dalam lukisan itu, di atas kanvas, hadir teks puisi.
Ketiga, tak hanya isi puisi, tapi juga pemilihan huruf dan warna teks puisi itu menyatu dengan lukisan. Secara grafis, teks puisi itu menjadi bagian harmoni dari lukisan.
Keempat, judul lukisan tidak berada di luar kanvas. Judul lukisan tercantum dalam kanvas berupa potongan puisi itu sendiri.
Maka terciptalah serial 15 lukisan esai dengan empat karakter di atas. Sebanyak 15 lukisan itu mengekspresikan gelora batin yang sama: Cinta Ilahi.
Ada potongan puisi sufistik di setiap lukisan. Misalnya lukisan dengan gambar bulan yang besar, sebagai simbol Tuhan, bertuliskan: The Music of Your Love In My Flute. “Alunan CintaMu Meniup Sulingku”. []