WARTABUANA – Keputusan gugatan merek dagang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dianggap cacat hukum oleh Benny Bong, pemilik produk cairan anti karat Get All 40 yang digugat WD 40. Pengusaha lokal itu menduga telah terjadi perselingkuhan hukum.
Menurut Benny Bong, gugatan pembatalan oleh WD 40 kepada Get all 40 yang merupakan produksi dalam negeri yang dikabulkan Majelis Hakim PN niaga Jakarta Pusat, padahal sejak awal pihak tergugat meminta yang mejelis hakim untuk tidak disidangkan karena tidak memenuhi syarat yang cukup berdasarkan hukum di Indonesia.
“Karena kuasa hukum dari pengugat tidak memiliki legal standing yang sah menurut hukum Indonesia dan disamping itu pengugat pun mengugat dengan kekurangan pihak, yakni Komisi Banding dari HAKI yang mengeluarkan sertifikat Get All 40 secara sah tidak dilibatkan,” ungkap Benny Bong.
Sehingga menurut Benny Bong, persidangan yang terkesan dipaksakan itu tidak memiliki landasan hukum sah menurut hukum Indonesia. “Dan patut diduga WD 40 telah mempermainkan hukum Indonesia karena berselingkuh dengan penegak hukum, sehingga menciderai institusi kehakiman,” jelasnya.
Oleh karena itu Benny Bong selaku pemilik dan produsen Get All 40 akan mencari keadilan dengan melaporkan keputusan tersebut ke Komisi Yudisial dan Komisi III DPR RI. “Karena keputusan yang kekurangan pihak dan cacat hukum, maka sertifikat Get All 40 adalah Sah secara hukum, karena tidak dibatalkan oleh Komisi Banding HAKI yang secara sah mengeluarkan sertifikat tersebut untuk mendukung produksi dalam negeri,” paparnya.
Karena merasa keputusan tersebut cacat hukum,demi keadilan dan transparansi, melalui kuasa hukumnya, Benny Bong ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dan meminta Komisi Peberantas Korupsi (KPK) untuk mengawasi proses hukum ini. “Sehingga ada transparansi dan keadilan untuk memberi kepastian hukum untuk dunia usaha, khususnya produksi dalam negeri,” ujar Benny Bong.
Benny Bong juga mengaku heran karena Majelis Hakim tidak mempertimbangkan pendapat saksi ahli yang paling ahli dalam bidangnya, yakni Dr Suyud Margono SH, Sekjen Arbitrasi Mediasi HKI yang menyebut bahwa tidak ada persamaan pada pokoknya, sehingga mudah bagi Majelis Hakim untuk menolak gugatan WD 40.
“Tapi majelis hakim yang dipimpin Dulhusin, SH, MH memutuskan lain dari kesaksian orang yang paling ahli dalam bidangnya, dengan mengabulkan gugatan WD 40 tanpa ada dasar hukum yang sah, sehingga terkesan sembrono, asal asalan dan tidak profesional pada bidangnya,” ujar Benny Bong.
Hal senada juga disampaikan Ketua Koperasi Pasar HWI Lindeteves, Chandra Suwono saat menanggapi keputusan perkara tersebut dengan mengatakan bahwa keadilan telah terciderai dengan keputusan yang asal-asalan dan terkesan tidak profesional sehingga tidak memberi kepastian hukum untuk dunia usaha.
“Bagaimana pengusaha asing yang besar men-dzolimi pengusaha lokal yang nota bene UKM didukung oleh keputusan hakim yang sembrono tanpa mempertimbangkan dalil-dalil yang disampaikan dalam persidangan oleh pengusaha lokal Get All 40,” papar Chandra Suwono.
Dengan putusan itu, maka pada perkara lainnya dengan para pihak yang sama yaitu gugatan ganti rugi Get All 40 kepada WD 40,dalam perkara No. 41, Chandra Suwono berharap akan ada keadilan dan kepastian hukum.
“Karena selama beberapa tahun WD 40 telah men-dzolimi pengusaha lokal dengan membatalkan sertifikat Get All 40 yang terdahulu melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang menyebabkan berhentinya produksi Get All 40 sehingga merumahkan para karyawannya akibat produknya tidak boleh beredar selama beberapa tahun,” ungkap Chandra Suwono.
Menurut Chandra Suwono, melalui Peraturan Pemerintah No. 90 tahun 2019 yang sangat mendukung keberadaan produksi dalam negeri, maka memungkinkan Get All 40 melakukan banding merk di Komisi Banding HKI untuk mengambil kembali haknya, sehingga dapat mempekerjakan kembali karyawan nya dan dapat berusaha kembali.
Chandra Suwono berharap majelis hakim dalam mengambil keputusannya untuk perkara No. 41 agar bisa bersinergi dengan semangat Presiden Jokowi yaitu memcintai produksi dalam negeri.[]