WARTABUANA – Bangsa Indonesia memiliki kosa-budaya melimpah. Apapun bentuk dan wujudnya, budaya merupakan modal dan identitas, benteng, serta sekaligus menjadi ‘paspor utama’ dalam tata pergaulan dan tegur-sapa global.
“Budaya menjadi identitas kita dalam berelasi dan berinteraksi dengan bangsa lain. Dalam konteks ini budaya lokal dapat menjadi sumber nilai-nilai dan karakter kebangsaan kita,” ujar Ageng Kiwi kepada para wartawan di acara ‘Gelar Budaya Banyumasan’ di Desa Adiraja Wetan, Kecamatan Adipala, Cilacap, Jawa Tengah, Kamis (07/03/2019).
Pengakuan bangsa-bangsa lain atas tingginya nilai-nilai budaya yang kita miliki, kata Ageng, melegitimasi bahwa secara kultural kita setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. “Bahkan multikulturalisme (penerimaan terhadap realitas keragaman) yang berhasil kita rawat, menjadikan budaya kita melebihi keunggulan budaya bangsa lain,” kata pencipta lagu dan pelantun lagu ‘Goyang Satu Jari’ ini.
Ageng Kiwi mengatakan, sengaja membuat gelar budaya supaya seni budaya yang ada di tengah masyarakat tidak hilang. Berbagai macam kesenian digelar di acara ‘Gelar Budaya Banyumasan’ ini, seperti Ebeg, Lengger, dan Kentongan. “Tujuan gelar budaya yang dilangsungkan di Desa Adiraja Wetan ini, untuk melestarikan kesenian dan kebudayaan yang hidup di masyarakat,” ujar seniman serba bisa ini.
Seniman asal Cilacap ini menuturkan, selain melakukan pelestarian berbagai kesenian seperti Ebeg, Lengger dan Kentongan, dirinya juga melibatkan anak-anak muda turut serta dalam gelaran acara. “Sehingga anak-anak muda, khususnya generasi milenial, tetap mengenal budaya lokal mereka sendiri. Intinya, mereka harus merespons untuk melestarikan kesenian dan budaya lokal,” kata Caleg DPR-RI Dapil 8 Cilacap, Banyumas, nomor urut 8 dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) ini.
Dalam rangka pelestarian budaya lokal, Ageng merencanakan keliling ke berbagai daerah lainnya, salah satunya ke Banyumas. “Kebetulan, dapil saya berada di Cilacap dan Banyumas. Karena itu, saya akan berkeliling menggelar budaya dan kesenian lokal agar tetap lestari. Setidaknya ada 15 kelompok Lengger dan 5 Ebeg yang dilibatkan dalam gelaran budaya ini,” jelasnya.
Jenis-jenis kesenian daerah ini, khususnya Ebeg, kata Ageng, merupakan kesenian tradisional, yang sudah ada sejak abad 9 sekitar 1000 tahun lalu. Salah satu bukti yang menguatkan Ebeg sebagai kesenian tua adalah adanya bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. “Ebeg sangat unik. Bentuk-bentuk seperti ini adalah ciri kesenian yang sudah ada sejak zaman animisme,” kata Ageng.
Ebeg adalah seni tari khas Banyumasan yang menggambarkan prajurit perang. Menggunakan boneka kuda terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut. Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli dari Jawa Banyumasan. Berbeda dengan seni Wayang yang merupakan apresiasi budaya Hindu India dengan berbagai tokoh-tokohnya.
Dalam kesempatan gelar budaya tersebut, Ageng tampil menghibur ratusan warga yang datang memenuhi areal gelaran budaya di Desa Adiraja Wetan tersebut. Ia menyumbangkan sejumlah lagu dan mengajak warga ikut menyanyikan serta berjoget bersama.[]