Jakarta – Teguh Arifiyadi sebagai Pengamat Hukum Siber menghormati putusan majelis hakim PN Jakarta Barat yang memvonis Ninmedia dengan menggunakan Undang-Undang ITE. Teguh berpendapat, “Hakim punya independensi untuk mempertimbangkan setiap bukti dan pendapat. Meski secara pribadi akan sangat disayangkan jika putusan kasus ITE tidak mempertimbangkan pendapat ahli ITE ataupun pendapat Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai pengawas sektor yang membidangi Undang-Undang ITE,” kata Teguh saat dihubungi pada Selasa (31/03/2020).
Teguh juga mengungkapkan, dalam naskah akademis rancangan Undang-Undang ITE, filosofi Undang-Undang ITE dibentuk bukan sebagai lex spesialis dari Undang-Undang Penyiaran yang memang sudah ada terlebih dahulu, “Lingkup pengaturan Undang-Undang ITE berfokus pada pengaturan Informasi dan Transaksi Elektronik di ranah privat maupun publik. Undang-Undang ITE tidak menghapus, menambah, atau menghilangkan aspek-aspek pengaturan yang ada dalam UU Penyiaran,” ujarnya.
Sebelumnya, Ahli Hukum Komunikasi dan Teknologi Informasi Mustofa Haffas berpendapat yang tak jauh berbeda dengan Teguh Arifiyadi, di dalam naskah akademik Rancangan Undang Undang (RUU) ITE jelas diterangkan bahwa jangkauan pengaturan RUU ITE adalah untuk mengatur tentang informasi elektronik dan dokumen elektronik yang berkaitan dengan bukti elektronik, pengiriman dan penerimaan surat elektronik (e-mail), tanda tangan elektronik, sistem elektronik dan transaksi elektronik yang berkaitan dengan perdagangan secara elektronik. “Bidang penyiaran tidak termasuk pada jangkauan UU ITE karena itu diatur secara spesifik di dalam UU Penyiaran dan peraturan pelaksanaannya,” kata Mustofa
Pengajar Hukum Media Universitas Padjadjaran, Sudjana, juga menyatakan hal yang sama, bahwa pembentukan Undang-Undang ITE bukan untuk mengatur penyiaran. Soal penyiaran telah diatur di dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2002. ” Lembaga penyiaran tak bisa dijerat dengan Undang-Undang ITE, kecuali tayangan yang dipublish di internet, baru bisa dikenakan Undang-Undang ITE,” Ucap Sudjana.
Sudjana menambahkan, “lembaga penyiaran yang telah mempunyai Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dari pemerintah dan telah mendapatkan Rekomendasi Kelayakan dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan sedang menjalankan ketentuan izin tidak dapat dipidanakan menggunakan Undang-Undang ITE”, ujarnya.
Berdasarkan data, PT Nadira Intermedia Nusantara merupakan Lembaga Penyiaran Berlangganan melalui satelit yang menyediakan dan menyalurkan siaran MNC Grup berdasarkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran yang diperoleh dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Gugatan RCTI terhadap PT Nadira Intermedia Nusantara dan PT Ninmedia Indonesia di PN Niaga Jakarta Pusat terkait dengan hak cipta telah dikalahkan PN Niaga Jakarta Pusat, PT Nadira Intermedia Nusantara dan PT Ninmedia Indonesia dimenangkan berdasarkan Putusan Nomor 32/PDT.SUS-HAK CIPTA/2019/PN.NIAGA.JKT.PST.