BMW mendirikan lokasi penelitian dan pengembangan terbesarnya di luar Jerman, yakni di China..
BERLIN, 28 Desember (Xinhua) — Pimpinan eksekutif produsen mobil Jerman BMW mendeskripsikan China sebagai pasar global terbesarnya yang “sangat penting”, serta sebagai pusat terdepan untuk teknologi dan inovasi.
Dalam sesi wawancara baru-baru ini dengan Xinhua, CEO BMW Oliver Zipse menyoroti peran China sebagai pionir dalam hal adopsi teknologi dan keputusan pembelian yang didorong oleh inovasi. “Untuk memahami apa yang akan menggerakkan dunia di masa depan, Anda harus mengantisipasi apa yang terjadi di China,” katanya.
BMW mendirikan lokasi penelitian dan pengembangan terbesarnya di luar Jerman, yakni di China. BMW mengoperasikan basis-basis inovasi di Beijing, Shanghai, Shenyang, dan Nanjing, dengan fokus pada pengembangan kendaraan, layanan digital, sistem perangkat lunak, dan pengemudian otonomos.
Zipse memuji strategi China terkait kendaraan energi baru (new energy vehicle/NEV), menggambarkannya sebagai inklusif dan pragmatis. Mencakup kendaraan listrik bertenaga baterai, kendaraan plug-in hybrid (PHEV), dan kendaraan fuel-cell electric (FCEV), strategi ini “berorientasi pada hasil dan bebas dari dogma,” tuturnya.
“Ini adalah cara yang paling menjanjikan dan efisien untuk memastikan pasar menerima mobilitas listrik (e-mobility),” imbuh Zipse. Dirinya pun menyoroti keselarasan antara pendekatan China dan komitmen BMW terhadap keterbukaan teknologi, yang menawarkan berbagai solusi mobilitas kepada konsumen.
Pasar NEV China mengalami pertumbuhan pesat, dengan penjualan NEV mencapai 9,5 juta unit kendaraan pada 2023 dan diproyeksikan mencapai 11,5 juta tahun ini, menurut Asosiasi Manufaktur Mobil China (China Association of Automobile Manufacturer).
BMW berkontribusi aktif terhadap pertumbuhan ini. Pada tiga kuartal pertama 2024, penjualan kendaraan listrik bertenaga baterai merek tersebut di China meningkat hampir 10 persen secara tahunan (year on year).
Pada April tahun ini, BMW mengumumkan investasi tambahan sebesar 20 miliar yuan (1 yuan = Rp2.220) guna meningkatkan basis produksinya di Shenyang, yang merupakan basis produksi terbesarnya di luar Jerman. Ekspansi ini menargetkan produksi NEV.
“Investasi kami menggarisbawahi komitmen jangka panjang kami terhadap China dan potensi yang kami lihat di sini untuk masa depan,” kata Zipse. Produksi kendaraan listrik generasi berikutnya dari BMW, “Neue Klasse”, akan dimulai di basis produksi tersebut pada 2026.
Menandai 30 tahun berdirinya BMW di China, Zipse merefleksikan kehadiran BMW yang semakin berkembang di negara tersebut dengan mitra-mitranya di China, seperti CATL dan Universitas Tsinghua, serta sekitar 500 pemasok lokal. “Kami merasa seperti di rumah sendiri di China,” ungkap Zipse.
Zipse juga menyuarakan penolakannya terhadap keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif tambahan pada impor kendaraan listrik China. “Perdagangan bebas telah menjadi, dan akan selalu menjadi, prinsip panduan kami,” tegas Zipse. Dirinya pun memperingatkan bahwa tarif tersebut dapat mengganggu model bisnis global dan membatasi pasokan kendaraan listrik di Eropa, yang pada akhirnya menghambat upaya dekarbonisasi.
Sebaliknya, Zipse menyerukan kemitraan yang lebih kuat antara perusahaan otomotif Eropa dan China. “Tantangan global seperti perubahan iklim hanya dapat ditangani bersama. Saya melihat potensi besar dalam membina kolaborasi semacam ini pada lintas perbatasan dan kawasan,” katanya. Selesai