JAKARTA, WB – Pidato perdana Presiden RI-7, Joko Widodo dengan lugas dan tegas akan mengembalikan kejayaan bangsa sebagai Negara Maritim yang berkepribadian dan berkarakter kuat.
Namun begitu, harapan mengembalikan tradisi bangsa pada slogan besar Di Laut Kita Jaya “Jalesveva Jaya Mahe” ini, dinilai oleh banyak kalangan tidaklah mudah. Selain implementasinya, kekhawatiran besar lainnya adalah tentu memilih siapakah menteri yang betanggung jawab mengelolanya.
Menyikapi hal itu, Anggota Dewan Pendiri Lembaga Kajian Strategis Nasional, Irwan Suhanto berpandangan, dibentuknya Kementerian Maritim dalam kabinet Tri Sakti, Jokowi-JK adalah pintu masuk bagi legitimasi perjuangan nyata penegakkan kedaulatan maritim. Itu artinya harus diperjuangkan masuknya pasal soal kedaulatan teritorial bangsa Indonesia sebagai kedaulatan maritim.
“Kementerian Maritim adalah kementerian yang pada akhirnya mempunyai tugas menyatukan tiga komponen utama wilayah laut, yaitu militer, penggiat niaga dan hajat hidup rakyat kepulauan atau pesisir,” ujar Irwan kepada wartabuana.com, Jumat (24/10/2014).
Irwan menjelaskan, Indonesia sebagai negara kepulauan simbolisasi kedaulatan, diwujudkan dalam daulat teritorial kelautan. Jadi bukan semata hanya mengamankan sumberdaya laut dan persoalan jalur niaga.
Pemaknaan kedaulatan maritim yang hanya berorientasi kepada persoalan sumberdaya kelautan serta jalur niaga saja, kata Irwan adalah pemahaman yang keliru. Pasalnya sebagai sebuah negara, kedaulatan maritim berarti lebih pada pertahanan teritorial yang tidak hanya berlindung pada garis batas imajiner dalam peta sesuai ketentuan perjanjian internasional yang telah ditetapkan, tetapi lebih pada bagaimana kedaulatan sebagaimana yang tertera dalam perjanjian internasional.
“Mewujudkan dan merumuskan ketahanan maritim sebagai sebuah produk UU, melengkapi instrumen ketahanan maritim yang lebih kuat dan sesuai dengan kebutuhan, serta menciptakan blue print tugas wewenang semua komponen kelautan sebagai sebuah kesatuan integral dalam rangka ikut serta berperan aktif dalam upaya penegakkan kedaulatan maritim,” jelas Irwan.
Masih kata dia, kedaulatan politik yang dimanifestasikan dalam kedaulatan maritim pada akhirnya menciptakan kemandirian dalam ekonomi dan niaga serta menjaga kearifan budaya lokal dan tata hidup masyarakat kepulauan atau pesisir sebagi perwujudan dari lahirnya kepribadian budaya. Hal itu sekaligus mengantisipasi ancaman dari tujuh negara tetangga yang siap mencengkram wilayah maritim Indonesia.
“Ini ancaman nyata, negara itu adalah, Malaysia, Singapura Brunei, Thailand Vietnam, Tiongkok dan Filipina. Kalau maritim tidak dijaga, negara-negara itu akan menggoreng negara ini,” kata Irwan.
Lalu terkait persoalan eksekutor dan policy maker yang akan ditunjuk sebagai nahkoda Kementerian Maritim ini, Irwan menunjuk sosok mantan KASAL, Tedjo Edi, yang dinilainya cukup potensial dan layak untuk menggerakkan pembangunan berbasis kelautan yang berpotensi.
Jangan Terlalu Tua
Sementara itu ditempat terpisah pemerhati militer dan intelijen negara Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, atau yang biasa dipanggil Nuning, mempunyai pemikiran bahwa orang yang layak menjadi menteri maritim diharapkan jangan yang terlalu tua dari sisi usia.
Sebab bidang maritim ruang lingkup kerjanya cukup luas, sehingga diperlukan cukup fisik untuk mampu meninjau berbagai wilayah perbatasan di Indonesia.
“Bukan hanya orang yang belajar maritim, tapi juga harus mengerti bagaimana membangun penguatan TNI AL. Orang tersebut, seyogianya, yang memahami Sea Power lah,” kata Nuning saat dihubungi wartabuana.
Ketua DPP Hanura ini juga menambahkan, saat ini batas wilayah perlu dijaga dengan penguatan legislasi dan perundang-undangan, jadi tidak hanya terpaku dalam lingkup domestik namum juga internasional.
“Nah ini hanya bisa dinakhodai oleh orang yang punya pengalaman membesarkan TNI AL,” katanya.
Tidak hanya kekuatan, sang calon menteri maritim juga harus memiliki edukasi di bidang budaya masyarakat perbatasan serta memiliki networking luas untuk mengembangkan kejayaan kemaritiman Indonesia secara internasional. Pasalnya dunia kemaritiman bila dikelola dengan baik, maka akan berdampak positif juga untuk perekonomian negara.
Meski enggan menyebutkan siapa sosok ideal untuk menjadi nahkoda di kementerian khusus teritorial laut itu, wanita yang gemar menulis ini cuma menyarankan janganlah pilih sosok yang tua.
“Menteri maritim butuh tenaga, jadi jangan yang terlalu tua,” tandasnya. []