JAKARTA, WB – Korban “Open House” Jusuf Kalla bertambah. Polisi harus berani menyelidiki jatuhnya korban dalam peristiwa ini. Jusuf Kalla harus konsisten dengan ucapan dan janjinya saat kampanye untuk mengutamakan penegakan hukum.
Jumlah korban meninggal akibat antrean sedekah di kediaman Wakil Presiden Indonesia terpilih, Jusuf Kalla, di Makassar, bertambah. Harni Dg. Intang (48) akhirnya tewas di Rumah Sakit Stella Maris, Jl. Penghibur, Jumat, 1 Agustus 2014, pukul 03.00 Wita. Warga Jl. Dangko RT IV, Kompleks Kusta, Kelurahan Balang Baru, Kecamatan Tamalate, itu merupakan korban meninggal kedua.
Sebelumnya, Hadika (11), warga Rappokalling, Tallo, tewas setelah berdesakan dan terinjak massa yang terdiri atas ribuan orang. Mereka berebut sedekah berupa satu dus kue dan uang tunai Rp 50 ribu pada Selasa, 29 Juli 2014.
Menanggapi kasus ini, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mendesak pihak kepolisian untuk menyelidiki dan mengungkap siapa yang bertanggung jawab dalam peristiwa yang merenggut nyawa dua manusia ini.
“Jangan karena JK itu wakil presiden terpilih lalu polisi takut,” ujar Neta, Jumat (1/8/2014).
Neta mengatakan, kecerobohan yang memakan korban jiwa harus diproses secara hukum. Jika kasus ini dihentikan, sama saja Polrestabes Makassar dan JK sebagai wakil presiden terpilih membiarkan pelanggaran hukum dan kezaliman terjadi di negeri ini. JK harus konsisten dengan janjinya saat kampanye bahwa penegakan hukum harus diutamakan.
“Jadi Polrestabes Makassar tidak boleh menghentikan kasus ini. Untuk itu JK harus mendorong kasus ini diselesaikan secara hukum, biar rasa keadilan masyarakat tidak tercederai,” kata Neta.
Dia menilai, penghentian penyelidikan dalam kasus ini adalah langkah yang keliru. Dia mengatakan, penyelidikan haruslah dilakukan karena hilangnya nyawa orang.
“Sangat keliru. Harus diselidiki siapa panitia penyelenggara acara tersebut dan siapa yang paling bertanggung jawab. Tewasnya korban yang terinjak-injak juga perlu didalami apakah ada unsur kesengajaan atau tidak,” paparnya.
Terkait dengan keikhlasan keluarga korban, Neta menilai hal tersebut mungkin nantinya dapat meringankan hukuman. Namun, itu menjadi wewenang pengadilan. “Bagaimana vonisnya itu pengadilan, tapi pengusutan harus tetap dilakukan,” tegasnya. []