WARTABUANA – Puluhan anggota ISIS mulai sadar dan menyesal bergabung dengan kelompok tersebut kemudian membelot. Menurut mereka, misi kelompok itu tidak lagi murni menghancurkan tirani tetapi membunuhi sesama Muslim.
Hal ini disebutkan dalam laporan penelitian Pusat Internasional untuk Studi Radikalisasi, ICSR, di King`s College London, terhadap testimoni 58 mantan anggota ISIS yang dikumpulkan dari berbagai media.
Ke-58 orang tersebut terdiri dari 51 pria dan 7 wanita, keluar dari ISIS antara Januari 204 hingga Agustus 2015. Mereka berasal dari berbagai negara, empat di antaranya datang dari Indonesia.
Alasan utama para pembelot meninggalkan ISIS adalah misi yang tidak lagi murni memerangi tirani Bashar al-Assad di Suriah. Mereka mengatakan, ISIS kini malah sibuk memerangi sesama kelompok militan Muslim seperti Free Syrian Army, Ahrar al-Sham atau Jabhat Nusra.
“Banyak pembelot mengatakan memerangi sesama kelompok Sunni adalah tindakan yang salah, kontraproduktif, dan tidak dibenarkan agama,” tulis laporan yang disusun oleh Peter R. Neumman, professor studi keamanan dan direktur ICSR itu.
Selain itu, mereka memilih keluar karena jengah dengan kebrutalan ISIS terhadap sesama Muslim. Menurut mereka, operasi militer ISIS terkadang serampangan, mengakibatkan banyak jatuh korban wanita dan anak-anak.
Para petinggi ISIS juga tidak lepas dari masalah. Menurut para pembelot, para petinggi ini, meski tidak semuanya, melakukan tindakan korup dan memperlakukan bawahannya dengan buruk yang bertentangan dengan nilai-nilai Islami.
Kehidupan bersama ISIS juga jauh dari iming-iming yang mereka terima. Tidak ada kehidupan nyaman dan barang-barang mewah yang dijanjikan. Keluhan ini biasanya disampaikan para militan asal negara Barat yang memiliki motivasi materi.
Mereka juga mengaku tidak mendapatkan porsi penting dalam pertempuran. Kebanyakan bosan karena tidak ditugaskan berperang di garis depan.
“Dua orang membelot setelah tahu komandan berencana menggunakan mereka sebagai pengebom bunuh diri. Mereka ingin merasakan pertempuran dan mendapatkan pengalaman perang sebelum melakukan misi terakhir itu,” tulis laporan ICSR.
Namun untuk keluar dari ISIS juga tidak mudah. Mereka yang menyatakan ingin hengkang bisa dicap “pengkhianat” atau “pembangkang” yang hukumannya adalah mati.
Kebanyakan mereka pindah ke wilayah lain di Suriah untuk memulai hidup tanpa ISIS di tempat itu. “Artinya mereka harus membentuk lingkaran sosial baru dan beradaptasi dengan lingkungan yang tidak akrab, serta terus mengalami ketakutan jika ditemukan. Tidak semua orang menginginkan kehidupan seperti ini” ujar ICSR.
Menurut ICSR, laporan ini sangat penting untuk membantu mencegah para pemuda teradikalisasi dan direkruit ISIS.
“Pemerintah dan masyarakat sipil harus mengakui para pembelot dan nilai-nilai yang mereka anut serta membuat mereka lebih mudah berbicara,” kata Neumman, dikutip CNN.
“Pemerintah harus membantu mereka pindah dan memastikan keamanan mereka. Pemerintah juga harus menghapuskan hambatan hukum yang mencegah para pembelot ini membuka diri,” lanjut dia. []