JAKARTA, WB – Tim kuasa hukum tersangka kasus suap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar, Bonaran Situmeang mendaftarkan gugatan pengujian Undang-Undang no 8 tahun 1981 KUHAP tentang alat bukti ke MK.
Salah satu tim kuasa hukum, Rja Bonaran Situmeang menjelaskan, alasan timnya mengajukan gugatan untuk pengujian, sebab pasal tersebut dinilai tidak jelas menyebutkan mengenai alat bukti apa yang bisa menyeret seorang tersangka ke tahanan.
“Pada hari ini kita daftarkan judicial review (JR) terhadap Undang-Undang No 8 tahun 1981 KUHAP menyangkut pasal 1 angka 14 , pasal 17, pasal 21 ayat 1 dengan pasal 27 & pasal 28 UUD1945. Yang kita gugat ini adalah soal alat bukti,” ujarnya di gedung MK, Selasa (14/10/2014).
Disiai lain, Tim Kuasa Hukum juga menyayangkan atas sikap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai main langsung menahan kliennya usai diperiksa, hanya dengan alasan sudah memiliki dua alat bukti.
Namun ketika Tim Kuasa Hukum menanyakan dua alat bukti yang dimaksud oleh KPK itu, ternyata KPK tidak mampu menunjukkan alat bukti tersebut.
“Sebenarnya kita ingin melihat alat buktinya itu mana. Kita tim pengacara sudah meminta kepada penyidik ingin melihat alat bukti yang dimaksud, tapi tidak ditunjukkan. Kalau soal kebenaran kan dipersidangan. Tapi ketika alat bukti itu tidak diperlihatkan, kok klien malah ditahan,” ujarnya.
Lebih jauh, kuasa hukum dari Bupati Tapanuli Tengah yang mempersoalkan UU No 8 tahun 1981 yang salah satunya ada di pasal 1 angka 14 yang berbunyi “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”. Pasal tersebut dinilai multi interpretasi dan bias.
Seperti diketahui, Bonaran ditahan KPK pada Senin (6/10) sore dengan tudingan telah melakukan dugaan suap terhadap mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar terkait sengketa Pilkada Tapanuli tengah.[]