WARTABUANA – Sudah bukan rahasia lagi jika urusan tanah di Bekasi relatif ribet karena banyak ‘pemain’nya. Seperti yang dialami Daan Perdanaputra yang harus bersabar hingga 1,5 tahun demi menuntut hak atas tanah seluas 1.781 m2 di Kampung Rawa Semut, Jati Asih, Kota Bekasi warisan orang tuanya.
Agar sengketa tanah itu bisa cepat diselesaikan, Daan dan beberapa saudara kandung yang menjadi ahli waris dari Ahmad Surya Ghumbyra, ayah mereka, akhirnya meminta bantuan hukum kepada Juanda SH untuk mendampingi.
Menurut Juanda, dirinya sudah melakukan mengajukan peningkatan hak kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi sejak Februari 2018. Namun sayangnya hingga kini masih tertahan di Tim A BPN Kota Bekasi.
“Kami sudah punya dokumen pendukung, bahkan sudah ada Surat Bebas Sengketa dari Kelurahan Jatiasih, tapi mengapa prosesnya terkesan dipersulit,” ungkap Juanda setelah berhasil menguasai fisik tanah itu pada Rabu (14/11/2018).
Berlarutnya persoalan peningkatan status tanah itu menurut Juanda karena dirinya menduga adanya permainan ‘Mafia Tanah’ yang melibatkan oknum di BPN Bekasi dan oknum polisi setempat.
Sebelumya, secara fisik tanah tersebut dikuasai oleh Muhamad Cs yang mengaku sebagai pihak yang diberi kuasa oleh orang yang mengaku ahli waris pemilik tanah seluas 3.550 m2.
Karena tanah kliennya telah diakui pihak lain, Juanda akhirnya memilih jalur hukum. “Kami siap melanjutkan kasus ini di pengadilan. Karena jika menggunakan cara-cara preman tidak akan ada habisnya. Buang-buang waktu dan biaya,” tegas Juanda yang di-backup ormas setempat.
Juanda siap maju ke pengadilan berdasarkan bukti-bukti otentik yang dimilikinya, diantaranya bukti PBB hingga tahun 2017, Surat Ketetapan Iuran Pembangunan Daerah atas nama Ahmad Surya Ghumbyra tahun 1981, tiga buah Akta Jual Beli (AJB), Girik 1845 Persil 11.DI dan Surat Keterangan dari 8 Ahli Waris.
Juanda juga memilki Surat Keterangan dari Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki Nomor 011/YKKPKJTIM/VII/2017, tertanggal 20 Juli 2017, yang ditandatangani Ketua YKKPKJTIM, Drs.Umaryoto.
Sebelum kasus sengketa tanah ini muncul, tahun 1981 Ahmad Surya Ghumbyra membeli tanah untuk disertakan dalam proyek pembangunan rumah karyawan Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dikelola dari Yayasan Kesejahteraan Karyawan Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki. Karena kendala teknis, proyek itu batal berjalan. Hingga muncul kasus sengketa tanah ini.
Pihak Muhamad yang menurut Juanda telah mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan kliennya bersikeras tidak mengakui telah terjadi jual beli di lahan yang kini sudah dikuasai kembali oleh pihak Juanda.
Melalui sambungan telepon, Muhamad mengaku memiliki dokumen pendukung untuk digunakan jika kasus ini sampai masuk ke pengadilan. “Saya sih ikutin aja alur Pak Juanda. Apapun yang dia lakukan kita tinggal tunggu reaksinya. Ke pengadilanpun kami siap,” ujar Muhamad.
Juanda yang sudah menutup kemungkinan bermediasi lagi sudah bulat akan melanjutkan kasus ini lewat jalur pengadilan. Menurutnya, banyak kejanggalan yang terjadi dalam proses mediasi selama ini. “Beberapa upaya peningkatan status tanah yang saya ajukan tidak ditanggapi, bahkan ada indikasi dihalang-halangi. Saya menduga ada ‘permainan’ yang dilakukan oknum-oknum pegawai di BPN Bekasi,” tegas Juanda.
Juanda bercerita, pihaknya pernah akan melakukan pengukuran. Saat itu sudah ada pertugas dari BPN Bekasi yang dibackup polisi dan satpol PP. Namun menurut Juanda, rencana pengukuran itu tiba-tiba dibatalkan sepihak. Dan petugas BPN Bekasi pergi begitu saja.
“Setelah saya telusuri, ternyata mereka (petugas ukur) itu mendapat telepon dari seseorang yang ternyata pejabat senior di BPN Bekasi. Kabarnya, pejabat senior itulah yang menentukan proses pengukuran. Kalau saya tidak ‘kordinasi’ dengan orang itu, jangan harap bisa melakukan pengukuran,” ungkap Juanda sambil menyebut nama oknum BPN Bekasi itu.
Berlarutnya persoalan peningkatan status tanah itu menurut Juanda karena dirinya menduga adanya permainan ‘Mafia Tanah’ yang melibatkan oknum di BPN Bekasi dan oknum polisi setempat.
Junada berharap, melalui pengadilan nanti semuanya akan terungkap, siapa sebenarnya pemilik sah dari lahan yang sedang disengketakan tersebut. “Saya yakin bisa menang,” harap Juanda. []