JAKARTA, WB – Pasca disahkannya RUU Pilkada oleh DPR, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku kecewa dengan putusan tersebut. Ia pun lantas melakukan komunikasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamda Zoelva untuk minta pertimbangan secara hukum.
Hamdan mengatakan, Presiden menelepon dirinya membicarakan mengenai persoalan RUU Pilkada. Menurut keterangannya, presiden mengaku tidak tahu perkembangan terakhir mengenai sidang paripurna DPR yang telah mengesahkan RUU Pilkada.
“Presiden menyampaikan tentang dinamika pengambilan keputusan pada rapat paripurna DPR yang menurut Presiden tidak mendapatkan update terakhir dan tidak mendapatkan konfirmasi terakhir ketika pengambilan keputusan,” ujar Hamdan, Senin (29/9/2014).
Selain itu, kata Hamdan, Presiden juga meminta untuk dijelaskan proses hukum yang terbaik untuk menyelesaikan polemik ini. Apakah sesuai dengan semangat konstitusi atau tidak atau justru berlawanan.
Hamdan kemudian mencontohkan, pada era Pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Mega tidak memberikan tanda tangannya untuk mengesahkan RUU Pemekaran Kepulauan Riau. Namun, berdasarkan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945, meskipun Mega tidak menandatangani, undang-undang tersebut akhirnya tetap sah.
“Saya hanya menyampaikan itu ke Presiden, tidak ada pembicaraan lain,” terangnya.
SBY sendiri sebelumnya minta pendapat terkait Pasal 20 Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 berbunyi bahwa dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
“Sebelum diundangkan, saya terus berupaya apa cara yang dapat ditempuh dalam koridor konstitusi agar demokrasi kita tidak alami kemunduran, dan Undang-Undang Pilkada sesuai kehendak dan aspirasi rakyat Indonesia,” kata Presiden dalam keterangan pers setibanya di Bandara Kansai, Osaka, Minggu (29/9/2014), []