Jakarta – Pemerintah baru-baru ini mengumumkan rencana pengalokasian anggaran sebesar Rp 45 triliun untuk mendukung Pekerja Migran Indonesia (PMI) selama lima tahun. Dana tersebut direncanakan untuk mendukung pemberangkatan, peningkatan keterampilan, hingga pemberian pinjaman berbunga rendah bagi calon PMI, yang akan dikucurkan secara bertahap.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sekaligus Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI/BP2MI), Abdul Kadir Karding.
Namun, Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, mengkritik keras rencana anggaran tersebut dan menilai bahwa alokasi dana itu tidak rasional serta tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
“Pemerintah semakin ngawur. Rp 45 triliun selama lima tahun berarti Rp 9 triliun per tahun. Selama ini, BP2MI dengan anggaran Rp 400 miliar per tahun saja mampu mendukung penempatan 300 ribu orang. Jika diberi dana Rp 9 triliun, seharusnya ada penempatan 9 juta orang per tahun. Angka itu jelas tidak masuk akal,” ujar Aznil Tan dalam keterangannya kepada media di Jakarta (14/1/2025).
Aznil juga menjelaskan bahwa potensi masyarakat yang bekerja ke luar negeri hanya mencapai maksimal 2 juta orang.
“Kebutuhan lapangan pekerjaan setiap tahun hanya berkisar 5 juta. Dari jumlah itu, hanya sekitar 30 persen yang berpotensi bekerja ke luar negeri. Jika 1 juta orang saja per tahun bisa ditempatkan, KP2MI sudah dianggap berjasa oleh rakyat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aznil menilai bahwa kebutuhan anggaran untuk mendukung penempatan dan pembiayaan PMI jauh lebih kecil dari yang direncanakan pemerintah.
“Dana di bawah Rp 1 triliun saja sudah cukup untuk mendukung penempatan PMI sebanyak 1 juta orang. Untuk pembiayaan, negara cukup hadir dengan membuka akses ke perbankan melalui KUR PMI, serta memberikan kepastian bahwa PMI mendapat pinjaman. Jadi, tidak perlu ada kucuran dana Rp 45 triliun. Mau dijadikan bancakan,” sindir Aznil.
