WARTABUANA –Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan tahun depan akan mengenakan cukai minuman bersoda dan berpemanis. Namun, sebelumnya wacana itu akan didiskusikan dengan semua pihak terkait, terutama DPR RI.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai Heru Pambudi menuturkan, pihaknya akan melakukan kajian serta mendiskusikan cukai minuman bersoda dan berpemanis dengan DPR sebelum memutuskan untuk memberlakukannya pada 2016.
“Nanti kami perlu diskusikan dengan semua elemen termasuk asosiasi. Semua pasti akan kita lalui, tidak akan sepihak. Ini belum kita putuskan ya. Keputusan akhir belum,” tutur Heru Pambudi di Jakarta, Jumat (6/11/2015).
Pemerintah dan DPR, kata Heru, memiliki kesepakatan untuk mengkaji minuman bersoda dan berpemanis sebagai objek cukai karena kedua minuman tersebut dianggap memberikan dampak buruk pada kesehatan masyarakat.
“Iya itu memang ada kajian sesuai kesepakatan pemerintah dengan DPR. 2016 itu yang untuk minuman bersoda dan minuman berpemanis, tentunya kita harus lakukan kajian dan kita harus diskusikan dengan DPR sehingga nanti bisa kita putuskan di 2016,” tutur Heru.
Ia mengatakan pihaknya masih akan menghitung potensi dan memperkuat alasan pengenaan cukai atas dua objek minuman ringan tersebut.
Dalam APBN 2016, pemerintah menetapkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 186,5 triliun, turun 4,3persen dari target APBNP 2015. Sedangkan target cukai APBN 2016 mencapai Rp 146,43 triliun.
Anggota Badan Anggaran DPR Maruarar Sirait menganggap wacana ini sebagai langkah mundur dalam upaya menggenjot penerimaan negara.
Berdasarkan kajian BKF, kata Maruarar, potensi penerimaan negara dari rencana perluasan objek kena cukai tersebut sekitar Rp2,7 triliun per tahun.
Sebelumnya, Maruarar menyebutkan sedikitnya 15 barang sedang dikaji kena cukai, a.l. minuman ringan bersoda, zat pewarna, bumbu penyedap, racun impor, batubara, dan intan. “Negara butuh duit, makanya saya bilang harus kreatif menggali potensi. Karena beberapa negara juga mengenakan itu,” katanya.
Menanggapi wacana tersebut, Direktur Jenderal Industri Kementerian Perindustrian Agro R. Benny Wachjudi menegaskan pihaknya menolak dan tidak akan mendukung kebijakan tersebut.
Menurutnya, kebijakan kuno tersebut dikhawatirkan memukul pelaku industri yang sedang mencoba bertahan dari imbas krisis global. “Kami pernah menolak mati-matian. Kemenperin tidak akan mendukung,” tegasnya. []