JAKARTA, WB – Peneliti senior Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, menjelaskan bahwa, pasca penetapan hasil pemenang versi lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU), pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, kata Karyono perjalanannya justru akan semakin berat.
Menurutnya pasca ditetapkan KPU itu, tantangan terberat yang dihadapi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 2 ini bukanlah soal gugatan yang telah dilayangkan oleh kubu Prabowo – Hatta ke Mahkamah Konsitusi (MK), tetapi adanya turbulensi yang mewarnai penyusunan kabinet pemerintahan Jokowi-JK.
“Memang tak bisa dipungkiri, saat ini sudah mulai muncul berbagai tekanan dari sejumlah pihak, baik dari partai koalisi maupun dari pihak di luar koalisi yang mencoba memengaruhi Jokowi dalam menentukan susunan kabinet,” ujar Karyono, Senin (4/8/2014).
Karyono tidak bisa memahami bagaimana banyaknya desakan yang datang padahal Jokowi sendiri sejak jauh-jauh hari sudah menegaskan tidak ada bagi-bagi jabatan.
“Yang duduk di kabinet itu harus berdasarkan keahlian. Meskipun dalam perspektif lain, dinamika yang saling mempengaruhi itu dimaknai sebagai bagian dari proses demokrasi. Dan menurut Jokowi, demokrasi itu adalah mendengar suara rakyat dan melaksanakannya,” ucapnya.
Terkait wacana desakan minta jatah dalam koalisi, Karyono melihat kalau saat ini Jokowi lebih suka menggunakan istilah kerjasama dibanding istilah koalisi. Pasalnya dalam koalisi identik hanya sekadar bagi-bagi kekuasaan, sehingga memiliki konotasi negatif.
“Sepertinya Jokowi ingin menghindari model koalisi seperti itu. Jadi Jokowi seperti menegaskan perlunya profesionalisme di setiap pos kabinet,” tandasnya. []