WARTABUANA – Sidang lanjutan kasus perdata sengketa merek dagang antara WD 40 dan Get All 40 memasuki babak penyampaian bukti tergugat. Sidang dengan nomor register 3/Pdt.Sus-HKI/Merek/2021/PN Niaga Jkt.Pst menghadirkan saksi ahli dari pihak tergugat.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Dulhusin, SH.,M.H pada Rabu (9/6/2021) itu dimulai dengan penyampaian bukti-bukti tergugat, kemudian dilanjutkan dengan keterangan saksi ahli dari pihak tergugat.
Menurut saksi ahli Dr. Suyud Margono, SH, MHum,FCIArb, jika terbukti tidak ada kesamaan pada pokoknya, gugatan WD 40 dapat ditolak pengadilan. “Kalau ternyata terbukti tidak sama pada pokoknya, maka permohonan atau gugatan ini dapat ditolak oleh pengadilan,” ujar Suyud usai sidang.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular ini menegaskan, jika angka 40 yang dipersoalkan, angka tersebut tidak bisa dianggap memiliki kesamaan pada pokoknya. “Kalau sepintaskan, kelihatan seperti sama, tapi esensinya berbeda. Penggugat tidak bisa klaim angka 40, karena angka tersebut menjadi satu kesatuan WD 40. Dan penggugat tidak bisa klaim angka 40, karena itu angka generic,” ujar Ketua Umum Asosiasi Konsultan HKI Indonesia ini.
Melihat perkembangan persidangan ini, menurut saksi ahli yang juga Sekjen Badan Arbitrase Mediasi HKI, sejak awal persidangan harusnya mengacu kepada keputusan Komisi Banding. “Peluangnya, gugatan akan ditolak, karena Komisi Banding sudah menyatakan kedua merek itu tidak sama pada pokoknya,” ungkap Suyud.
Dalam kesempatan yang sama, kuasa hukum Get All 40 Djamhur SH mengutip doktrin pakar hukum perdata Prof. DR. Soedargo Gautama dalam bukunya yang berjudul Hukum Merek Indonesia terbitan tahun 1986.
Menurut Djamhur, dalam buku itu disebutkan, dalam menentukan apakah terdapat persamaan pada pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang secara keseluruhan.
Dengan kata lain, tidak dapat hanya dengan diadakan pemecahan daripada bagian-bagian merek yang bersangkutan dan kemudian berdasarkan adanya perbedaan dalam bagian-bagian ini ditarik kesimpulan ada cukup perbedaan untuk keseluruhannya, dan juga berdasarkan persamaan dari sebagian, maka tidak dapat lantas dianggap secara keseluruhan.
“Dari keterangan saksi ahli sudah cukup jelas sesuai dengan keahliannya. Dan kami juga sudah sampaikan bahwa ini berbeda. Ada beberapa yurisprudensi yang juga saya sampaikan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung, walaupun itu penamaan yang sangat mirip, itu juga dianggap tidak sama,” ungkap Djamhur.
Kemudian dalam persidangan itu, Djamhur menyampaikan tujuh yurisprudensi terkait doktrin dari Prof. DR. Soedargo Gautama itu, salah satunya yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 24K/Pdt/1985 yang menyatakan bahwa antara merek ‘MEJIJOY’ dengan merek ‘MEJI DAN JOY’ tidak memiliki persamaan.
“Sedangkan ini berbeda, dari segi vokalnya saja berbeda, dia WD 40, kami Get All 40. Harusnya dengan penamaan ini saja sudah berbeda. Walaupun kelihatannya sama, namun dalam penyebutannya berbeda dan keputusan pengadilan menyatakan tidak sama,” tegas Djamhur.
Djamhur mengaku tidak heran jika dalam kasus ini pihak WD 40 tidak melibatkan Komisi Banding sebagai tergugat juga. “Seharusnya mereka juga menggugat Komisi Banding, namun mereka tidak melakukan itu, karena selama ini jika digugat, Komisi Banding selalu menang. Karena apa yang diputuskan Komisi Banding itu terukur, sudah tepat dan benar,” papar Djamhur.
Saat dimintai komentarnya terkait jalannya sidang, kuasa hukum WD 40 memilih bungkam dan menghindar dari beberapa awak media yang berusaha mewawancarainya. []