JAKARTA, WB – Wacana pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) tidak langsung, saat ini terus menjadi polemik panjang, setelah mayoritas fraksi di DPR RI sepakat jika kepala daerah setingkat Bupati dan Wailkota dipilih oleh DPRD setempat.
Menanggapi hal tersebut, analis Pusat Studi Politik (Puspol) Indonesia Ubedilah Badrun mengatakan, jika DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilukada Tak langsung menjadi Undang-Undang (UU) maka hal itu akan berimbas kepada bisnis lembaga survei.
“Mungkin sebagian lembaga survei akan membuat pelaku usaha lembaga survey gulung tikar,” papar Ubedilah, Sabtu, (6/9/2014).
Analis yang juga mantan aktivis pergerakan mahasiswa 1998 itu menambahkan, jika pilkada tidak langsung jadi diputuskan, maka DPRD setempat mempunyai kewenangan mutlak untuk memilih kepala daerah.
Itu artinya, masing-masing kandidat tidak membutuhkan bantuan lembaga survei untuk merancang strategi pemenangannya. Lembaga survei hanya diperlukan untuk mengetahui political mapping (pemetaan politik) di tingkat lokal.
“Lembaga survei mungkin hanya akan digunakan oleh partai politik menjelang pemilu legislatif yang pelaksanaanya lima tahun saja. Kalau untuk pemilukada mungkin tidak,” tutup Ubed.
Seperti dipahami, RUU pemilukada adalah bagian dari RUU Pemerintahan Daerah (Pemda) yang diajukan pemerintah dalam hal ini Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada DPR RI untuk menggantikan UU No. 32/2004 Jo UU No. 12 tahun 2008 tentang pemilihan kepala daerah.
RUU yang diusulkan pemerintah tersebut mengatur hal-hal penting termasuk didalamnya usulan memilih kepala daerah setingkat Bupati atau Walikota yang dilakukan oleh DPRD setempat.
Hingga kini wacana pemilihan kepala daerah tidak langsung masih menuai pro dan kontra dibanyak pihak.[]