JAKARTA, WB – Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, langkah Suryadharma Ali memecat sejumlah pengurus PPP dianggap cacat hukum alias tidak sah karena bertentangan dengan konstitusi partai.
“Suryadharma sudah tidak memiliki legitimasi yuridis, faktual maupun moral untuk melakukan langkah-langkah organisasi sebagai ketua umum,” kata Romi, Sabtu (13/9/2014).
Romi juga menganggap, SDA sudah tidak punya legitimasi faktual, karena langkah politiknya tidak mendapat dukungan dari Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) se Indonesia. Demikian juga mayoritas pengurus DPP PPP.
“Tidak adanya legitimasi moral karena Suryadharma telah nyata melanggar penggunaan kaidah umum berorganisasi yang baik, menabrak seluruh aturan berorganisasi dengan menjadikan AD/ART partai adalah dirinya, the rule is me,” terangnya.
Menurut Romi, rapat ke 18 pengurus harian DPP PPP telah memecat Suryadharma sebagai Ketua Umum PPP justru sudah sesuai dengan konstitusi partai, karena ia terjerat kasus korupsi. Maka pemecatan itu dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) DPP PPP nomor 077/SK/DPP/P/IX/2014 tanggal 11 September 2014.
Sementara itu Romi, menganggap langkah yang diambil oleh SDA juga tidak melalui mekanisme yang sesuai dengan aturan partai sesuai dengan pasal 4 ART PPP, yakni memberikan peringatan maksimal tiga kali dalam satu bulan. Kemudian dalam Pasal 10 ART PPP pemberhentian harus melalui rapat pengurus harian.
“Suryadharma nyata tidak paham organisasi. Apapun SK yang diterbitkan Suryadharma adalah ilegal, batal demi hukum, dan tidak pernah dikenal dalam administrasi DPP PPP,” pungkasnya.
Sebelumnya, Diketahui, Suryadharma mendatangi Kantor DPP PPP, Jumat (12/9/2014) sore, dan menyatakan bahwa pemberhentian dirinya tak sah. Ia lantas mengambil sikap politik dengan memecat tiga Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi, Suharso Manoarfa, Lukman Hakim Saifuddin serta Sekretaris Jenderal DPP PPP M. Romahurmuziy.
Selain empat nama itu, Suryadharma juga memecat enam Ketua DPP, yaitu Ermalena Muslim, Reni Marlinawati, Aunur Rofik, Rusli Effendi, Yusroni Yazid, dan Hizbiyah Rohim. []