JAKARTA, WB – Ekonom senior Rizal Ramli menilai kalau Presiden Joko Widodo (Jokowi) kurang beruntung menjalankan roda Warisan Presiden SBY.
Menurut Ramli Defisit Perdagangan, Neraca Berjalan dan Pembayaran, dan Defisit Anggaran masih akan terus menekan rupiah. Ia mencatat kurs Rp 13.250/US$ masih akan tertekan karena dolar Amerika US$ terus menguat.
“Kewajiban utang yang semakin besar, dan tidak adanya kebijakan jelas dan agresif untuk membuat surplus perdagangan dan neraca berjalan. Ada pejabat yang berkata bahwa tiap pelemahan Rp100/US$, negara akan untung Rp2,3 triliun. Apa dia lupa, bahwa menguatnya dolar atas rupiah juga mengakibatkan beban pembayaran utang akan semakin besar?,” papar Rizal, Sabtu (14/3/2015).
Rizal menyayangkan pernyataan Menko Perekonomian, Sofjan Djalil, tentang melemahnya rupiah. Orang dekat Jusuf Kalla itu menyatakan, kecilnya kiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) secara tidak langsung membuat rupiah rapuh.
Indonesia kata Rizal, membutuhkan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kapabelitas memadai agar bisa keluar dari bermacam persoalan yang membelit bangsa.
Berbagai statement konyol para pejabat, sekali lagi menunjukkan kelas mereka yang memang jauh di bawah banderol.
“Anjloknya rupiah adalah sebuah “wake up call” untuk pemerintahan Jokowi. Pemerintah tidak bisa dan tidak boleh hanya terus-menerus bicara soal-soal mikro, seperti infrastruktur, proyek, dan lainnya. Pemerintah juga canggih dalam merumuskan kebijakan dan berbicara tentang ekonomi makro,” papar Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Sehubungan dengan itu, Rizal Ramli juga minta agar Presiden Jokowi menyadari bahwa semua ini adalah lampu kuning yang berbunyi nyaring. Presiden diharapkan merapikan Tim Ekonominya. Siapkan kebijakan makro yang jelas.
“Dan, yang paling penting, Jokowi harus menghentikan kebiasaan para menterinya untuk membuat pernyataan asal njeplak,” cibir Rizal.[]