JAKARTA, WB – Terkait rencana Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin yang akan menerapkan para pegawai negeri sipil (PNS) untuk memotong gaji guna menunaikan zakat, ternyata masih menuai perdebatan.
Menuai kontroversi lantaran regulasi cara menghitung zakat yang harus dibayarkan PNS belum jelas. Belum lagi soal kepercayaan masyarakat pada pemerintah mengenai pengelolaan dana itu.
Menurut Deputi II Bidang Kajian dan Pengelolaan Program Prioritas Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Yanuar Nogroho hal tersebut sama sekali belum dibahas baik dengan pihaknya, atau dengan Presiden Joko Widodo. Pasalanya hal tersebut masih dalam tahap usulan.
“Belum ada pembahasan, itu kan masih diusulkan dari Kemenag. Memang belum ada pembahasan sama sekali dari Presiden,” kata Yanuar, belum lama ini.
Menteri agama sendiri mengatakan bahwa pemotongan tersebut tidak wajib. Disini pemerintah hanya memfasilitasi, khususnya ASN muslim untuk menunaikan kewajibannya berzakat.
“Zakat adalah kewajiban agama,” kata Lukman beberapa waktu lalu. Adapun fasilitasi zakat itu, kata Lukman, sebenarnya bukan hal baru. Indonesia sudah memiliki UU Nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Dari UU itu, lahirlah Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2014 tentang pelaksanaan UU 23 tahun 2014. Lalu ada Instruksi Presiden No 3 tahun 2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat Di Kementerian/Lembaga, Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil Zakat Nasional.
Lukman membantah wacana penggunaan dana zakat dari pemotongan gaji pegawai negeri sipil (PNS) akan digunakan untuk kepentingan politik.
Ia menyebut dana itu digunakan untuk kemaslahatan masyarakat dari berbagai sektor. Bahkan, ia pun menegaskan, dana yang terkumpul dari PNS Muslim ini digunakan bukan hanya untuk kepentingan masyarakat yang beragama Islam.[]