JAKARTA, WB – Pada akhirnya munas Golkar versi Aburizal Bakrie (ARB) di Nusa Dua, Bali hanya menyisakan calon tunggal. Hal itu terjadi setelah salah satu pesaing ARB, Airlangga Hartarto menyatakan mundur sebagai caketum.
Minyakapi hal itu, pemerhati politik dari Lembaga Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti berpendapat, Golkar sebagai partai besar keadaan tersebut hanya akan menimbulkan konflik yang tak berujung.
“Menjadikan satu-satunya caketum hanya ARB, adalah pengkerdilan terhadap partai ini. Dan sekaligus pengkroposan semangat kompetisi yang fair,” ujar Ray melalui pesan singkatnya kepada wartabuana.com, Selasa (2/12/2014).
Kompetisi yang tidak fair kata Ray, akan membuat partai Golkar kian terus menerus tidak dapat bersaing. Pasalnya pemilihan dengan cara aklamasi jelas mengingkari kemajemukan Golkar. Ray berpendapat, proses Aklamasi pada dasarnya menepikan kompetisi makna munas. Apalagi kuat dugaan aklamasi dilakukan dengan cara mobilisasi.
“Cara aklamasi karena mobilisasi hanya layak dan mungkin hidup di era otoritarianisme. Ada baiknya peserta munas memikirkan apakah tetap melanjutkn pemilihan dengan hanya satu calon tunggal. Sebab, calon tunggal jelas tidak membutuhkan pemilihan. Bahkan pada tingkat tertentu tidak membutuhkan musyawarah nasional,” tutur Ray.
Lebih jauh Ray menjelaskan, demi kebaikan Golkar yang selalu membutuhkan ruang kompetisi di dalamnya, maka dibutuhkan pembenahan tradisi demokrasi secara menyeluruh.
“Kalau tidak dilakukan hanya akan menimblkan lebih banyak luka di tubuh Golkar,” tandas Ray.[]